Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Personal’ Category

Tahun 2017 akan segera berlalu dan saya yang berubah menjadi pemalas dalam updating blog ini menjadi terlupa untuk sedikit bercerita. Padahal dari semua perjalanan saya di tahun 2017 ini, kota tua Edinburgh menjadi pengalaman yang sangat berkesan. Engga gampang kalau ngemodal sendiri kesana soalnya. Belum lagi waktu untuk pergi. Susah bingits deh. #lirik bos besar di kantor.

Tanggal 19 Mei 2017 saya berangkat ke London. Tidak gampang juga menuju kesana. Soalnya waktunya kepepet abis untuk bikin visa. Belum lagi rekening yang setipis kulit bawang membuat saya degdegan untuk pengajuan kesana. Bayangkan, pokoknya bayangkan saja deh isi buku tabungan yang seuprit. Namun undangan perusahaan disana dan bantuan rekening koran perusahaan yang angkanya fantastis rupanya membuat pengajuan visa UK ini selancar jalan tol di waktu subuh tanpa ada truk gandeng.

Cerita persiapan ke UK ini bisa menjadi tulisan blog sendiri. Tapi saya skip dulu karena ingin cerita pengalaman ke Edinburgh. Tempat dimana JK Rowling dapat ide menulis Harry Potter di Elephant Cafe. Tempat dimana jaman dulu banyak cerita seram, dan wisata kuburan menjadi salah satu tujuan wisata yang ngehits disana

Kami, saya dan teman-teman satu kantor, berangkat ke Edinburgh setelah mampir semalam di Manchester. Kami naik kereta dari stasiun di Manchester yang jaraknya cuma sekoprol saja dari hotel Double Tree. Berangkat pagi jam 8, dan tiba di Edinburgh sekitar jam 12 siang. Perjalanan sangat menyenangkan di kereta, karena saya banyak melihat pemandangan ladang-ladang dan rumah-rumah model Inggris yang banyak diceritakan di buku-buku Enyd Blyton dan Harry Potter.

Begitu keluar dari stasiun Waverly Edinburgh, kami diterpa udara dingin sejuk, pemandangan langit yang biru sebiru-birunya, awan yang berarak putih dan pemandangan kota tua yang sangat indah. Kami menginap di hotel Mercure di Princess Street yang ramai, ramai oleh turis dan ramai dengan toko-toko.

IMG_20170527_185119DSCN1425

Wisata kuburan dan bawah tanah yang ingin saya ceritakan ini sudah jauh hari saya pesan sebelum berangkat ke UK. Saya temukan rekomendasi ini setelah browsing di beberapa site tentang wisata di Edinburgh.

Bila beli tiket online lumayan dapat potongan harga. Dan ternyata saat saya di Edinburgh banyak wisatawan yang ingin ikut serta ditolak untuk buy on the spot karena slotnya sudah penuh.

Saya sengaja memilih Kamis malam untuk jalan-jalan ke vault atau ruang bawah tanah ini dan ke kuburan tua di Royal Mile yang katanya banyak hantu. Dari tiga teman sekantor saya yang pergi bareng hanya satu orang yang mau menemani saya untuk jalan malam ke kuburan ini. Itupun tiketnya saya yang bayarin. Harga tiketnya GBP 12 sekitar IDR 150.000 lah kira-kira pada saat itu.

Saya dan teman saya itu berdua paling kuat jalan kaki kemana-mana. Bukan soal kuat kuatan sih. Cuma mikirnya mumpung di negeri orang sedapat mungkin keluyuran sebanyaknya agar mendapat experience yang maksimal. Sebenernya lemes juga jalan kaki melulu. Dan bikin cepat lapar.

Siang hari sambil menunggu jam empat sore dimana kami menunggu sebuah restoran khas Kathmandu buka, dua teman saya yang lain balik ke hotel dulu untuk istirahat. Sementara saya dan teman saya yang jangkung dan bertattoo memilih untuk jalan-jalan seputaran Royal Mile dan Katedral St Giles.

Di sebelah restoran Bobby Friar dengan patung anjing di depannya ada jalan masuk ke kuburan. HAH KUBURAN! Pikir saya girang. Entah kenapa saya memang punya hobi untuk masuk jalan-jalan ke kuburan. Kuburan kuno sih. Kalau yang baru sih yah agak-agak males.

DSCN1429

Saya ajak teman saya untuk masuk dan melihat-lihat. Suasana sepi dan menyenangkan. Lah kok? Iya memang menyenangkan. Di antara batu-batu nisan dan patung malaikat terhampar rumput hijau dengan bunga putih kecil-kecil yang cantik. Bulan Mei memang musim semi. Banyak orang tiduran di rumput sambil berjemur dan membaca buku.

Saya ikutan tiduran di rumput dekat sebuah batu nisan besar. Nyaman sekali menikmati angin yang sejuk dan sinar matahari yang hangat. Teman saya sih ikutan saja duduk-duduk sebelah saya sambil bengong. Suara burung berkicau di sebuah pohon dan saya bilang itu suara burung jalak bali. Teman saya protes…masa iya jauh-jauh dari Bali itu burung sampai ke Edinburgh. Menurutnya itu suara burung murai.

Oh ya di Edinburgh ini kami menemukan restoran khas makanan Nepal yang rasa nasi kambingnya bukan main enak. Satu porsinya besar sekali sehingga beberapa porsi yang kami pesan kami habiskan berempat. Teh susu dengan rempahnya pun sangat memuaskan. Enak diminum di udara Edinburgh yang dingin.

Jam enam sore sesuai petunjuk tiket yang saya beli online tersebut, kami menunggu di depan gereja. Di depan di jalanan berbatu ada Heart of Midhlothian. Suatu blok paving berbentuk hati. Banyak orang yang lewat di bentuk hati tersebut meludahinya. Ih jorok!. Saya keheranan dan langsung browsing mencari tahu kenapa.

Ternyata Heart of Midhlothian adalah spot dimana di jaman dulu penjahat dihukum mati disana. Orang meludahi spot tersebut agar mendapat keberuntungan. Setelah membaca itu apakah saya ikut meludah? Tentu tidak. Saya tidak suka meludah sembarangan. Walau di Edinburgh sekalipun.

Tour Kuburan yang saya ikuti berdua dengan teman saya ini adalah City Of the Dead Tour, tour guidenya pria tinggi besar dan memakai pakaian hitam serta jaket kulit hitam yang melebihi lutut. Orangnya sih ganteng dan baik hati, dan lucu pula. walaupun setengah mati mengartikan bahasa Inggris dengan logat Scottish tak urung saya bisa ikut tertawa juga.

img_20170526_213852.jpg

Setelah menyusuri ruangan bawah tanah yang seram di bawah jalanan Royal Mile, kami naik menyusuri jalan berbatu untuk pergi ke …lah kuburan yang tadi siang saya tidur-tiduran di halaman rumputnya. Tapi dengan tour guide ini bisa melihat lebih jauh karena dia punya kunci pintu gerbang ke kuburan-kuburan dengan peti-peti batu dan ternyata ada penjara bawah tanah di dalamnya. Untung kami pergi jelang musim panas. Jam 8 malam masih terang. Kebayang di musim lain, tentunya gelap banget nih di kuburan.

Read Full Post »

I Leave My Heart in Hongdae

Hongdae adalah nama daerah di kota Seoul, Korea Selatan. Tepatnya di distrik Mapo-Gu. Dinamakan Hongdae karena  diambil dari Hongik Daehakgyo, Hongik University (학교), dan daerah ini sangat menyenangkan bagi anak muda karena banyak sekali kafe yang cantik dan trendy serta ramai di malam hari penuh dengan art performance, pemusik indie, dan musisi underground.

Selain banyak kafe yang sangat menyenangkan untuk duduk-duduk dan ngupi-ngupi centil, disana pun banyak terdapat penginapan berupa guest house dan hostel yang murah namun sangat bersih dan nyaman. Transportasi pun sangat mudah karena terdapat stasiun subway yang dekat dan kalau berjalan kaki kemana-manapun nyaman dan menyenangkan karena trotoar yang lebar, jalanan yang bersih, dengan trafik yang sepi dari mobil dan kendaraan bermotor lainnya.

Saya bahagia sekali di awal tahun 2017 lalu bisa liburan ke Korea bersama anak-anak. Kami menginap di Hongdae dan tidak ingin pindah ke daerah lain, kecuali di hari terakhir kami menginap di Incheon hanya karena tidak mau bangun pagi untuk pergi ke bandara. Kami menginap di Studio 41 dan Pencil hostel, keduanya di Hongdae. Karena kami berempat kami mengambil kamar dengan 4 tempat tidur, lengkap dengan dapur mini. Ada pula mesin cuci sehingga kami tidak mesti pusing membawa baju kotor kalau pulang nanti.

Kami betah sekali di Hongdae sehingga rasanya malah jadi malas kemana-mana. Daerah ini cocok untuk anak-anak saya yang berusia remaja. Dimana-mana seliweran oppa oppa ganteng dan gadis-gadis yang cantik dengan pakaian musim dingin yang modis. Mantel-mantel berwarna gelap tampak kontras dengan kulit Korea yang putih dan mulus.

Hari pertama kami tiba di hari Senin tanggal 2 Januari, dimana kemeriahan tahun baru telah lewat. Suasana pagi di bandara cukup sepi. Kami pun tidak terburu-buru ke tempat kami menginap karena masih ingin bersantai di bandara Incheon yang megah. Hal pertama yang kami lakukan adalah membeli wifi egg router yang telah saya pesan sebelumnya melalui internet. Bila kita memesan jauh hari sebelumnya akan mendapat potongan harga lumayan dan barangnya sudah disiapkan sehingga kita tidak menunggu lama. Bila dirupiahkan biaya sewa egg router ini sekitar Rp 300.000,- untuk seminggu bila tidak salah. Saya lupa persisnya. Bonnya juga sekarang sudah hilang.

Setelah urusan router dan membeli kartu subway kami lalu langsung pergi ke Hongdae. Saya tadinya agak cemas juga keluar dari stasiun MRT menuju penginapan, kebayang deh menyeret koper sejauh 1 km di udara sekitar 0 derajat celcius. Tapi ternyata kekhawatiran saya langsung sirna. Trotoar disana sangat mulus dan banyak taman indah untuk duduk-duduk bila lelah, sehingga bawa koper sepanjang jalan tidak terasa.

img_20170106_093952

Saat udara sangat dingin di malam hari kami menyempatkan masuk ke salah satu kafe cantik disana. Kalau soal harga engga jauh sih dengan kafe di Indonesia, ya segitu-gitu juga lah,  tapi kok rasanya enak banget ya disini, entah karena suasana atau karena kami sedang kedinginan, menghirup kopi panas dan coklat dengan marshmallow ini luar biasa rasanya.

Beberapa malam kami seringkali menghabiskan waktu berjalan-jalan di seputaran Hongdae melihat keramaian, melihat performance di jalan, atau sekedar memperhatikan orang yang lalu lalang. Kami mencicipi berbagai jajanan pinggir jalan, terutama Oden, karena enak sekali makan Oden sambil menghirup kuahnya di udara Hongdae yang menusuk tulang saking dinginnya. Ada juga kue berbentuk ikan yang berisi kacang merah yang sedap, juga tteokbokki bersaus merah pedas yang jadi kesukaan anak saya Dinda. Rasanya kami jarang masuk restoran karena kenyang makan jajanan pinggir jalan seperti ini. Tapi di hari terakhir di Hongdae saya menemukan resto kecil yang dagingnya semua sapi. Yay! dia tidak jual daging babi. Akhirnya kami makan disana. Rasanya lezat sekali dagingnya digunting-gunting dipanggang di bara api. Dimakan berserta gulungan selada dan tambahan irisan acar bawang bombay. Luar biasa enak.

 

img_20170106_171832

img_20170107_141652

Read Full Post »

Pesona Kota Pontianak

Pontianak bagi saya sangat fenomenal dalam sejarah hidup saya, karena kota Pontianak adalah tanah yang pertama kali saya dapat kunjungi di bumi Borneo yang kaya pesona ini. Mungkin sebagai tujuan wisata, Pontianak tidak sangat gencar dipromosikan sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, tetapi sebagaimana mengutip kalimat dari Marcel Proust,

“The real voyage of discovery consists not in seeking new landscapes, but in having new eyes.”

Dalam hal ini saya terjemahkan menjadi keindahan dapat ditemukan dimana saja, tergantung bagaimana mata kita melihatnya.

Pertama berkeliling di kota Pontianak, rasanya menyenangkan melihat daerah yang terbentang luas tanpa terkungkung gedung beton yang tinggi, rasanya paru-paru dan mata terbebaskan untuk menghirup udara bebas dan memandang sejauh kita bisa. Matahari memang terasa terik menyengat, patut dibayangkan bagaimana tidak, Pontianak terletak pas di garis khatulistiwa, dimana berada titik 0 garis lintang melewati. Tanggal 20 Maret dan 23 September adalah  equinox dimana pada saat itu tidak terdapat bayangan bila kita berdiri di bawah sinar matahari, juga biasanya terdapat sun outage yang merupakan gangguan distorsi sinyal di geostationery satellite akibat interferensi radiasi matahari yang tinggi.

dscn0589

Kota Pontianak awal didirikan oleh  Syarif Abdurrahman Alkadrie pada tahun 1771 di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas Besar. Sungai Kapuas, sungai terbesar dan terpanjang di Kalimantan mengaliri kota ini menjadi urat nadi perekonomian sebagai sarana transportasi dimana kapal-kapal besar dapat melewatinya. Komoditi terbesar daerah ini adalah karet dan sawit, yang mana fluktuasi perekonomian tergantung pada tinggi rendahnya harga komoditi ini. Selain itu daerah Pontianak juga terkenal dengan produksi tanaman lidah buaya yang melimpah dan diolah  menjadi bahan baku kosmetik, berbagai penganan dan minuman. Talas juga melimpah sehingga oleh-oleh terkenal dari Pontianak adalah keripik talas. Nanas dan jeruk pun melimpah, banyak kuliner Pontianak yang menggunakan buah-buahan ini. Misalnya Pu Yong Hai, dadar telur tebal campur daging ayam, kepiting atau sapi, disini disajikan dengan potongan nanas dan siraman saus asam manis  yang segar.

Karena Pontianak juga banyak didiami oleh penduduk keturunan Cina, untuk perayaan tahun baru Cina atau Imlek biasanya dirayakan sangat meriah untuk acara festival Cap Go Meh. Cap Go Meh adalah hari ke limabelas di bulan pertama di tahun yang baru, dan di Pontianak festival ini menjadi perayaan yang sangat menarik perhatian turis. Kebudayaan Dayak, Melayu dan Tionghia mewarnai kebudayaan di Pontianak menjadikannya menarik penuh keunikan tersendiri.

dscn0627

Tempat menarik untuk dikunjungi dan menjadi ikon di kota Pontianak adalah tugu garis khatulistiwa terletak di Pontianak Utara. Melewati sungai Kapuas yang lebar dan menjadi urat nadi perekonomian, tak terlalu jauh dari pusat kota kita dapat berkunjung kesana dalam hitungan belasan menit saja. Tentu saja, di Pontianak dia macet ketat seperti Jakarta. Selain itu Istana Kadariah yang merupakan istana kesultanan Pontianak  yang didirikan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, merupakan tempat bersejarah yang wajib dikunjungi bila kita berkunjung ke Pontianak. Sultan  Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak ke-6, merupakan tokoh yang telah membuat desain lambang negara kita Burung Garuda.

dscn0661

Read Full Post »

Kangen Berarti..

Semalam aku ingat sedang bermimpi. Mimpi absurd karena disitu aku bertengkar dengan petugas pemeriksa di bandara. Aku meminta uang logam seratus rupiah dengan bulatan besar, di mimpi itu sepertinya besarnya menyamai bulatan sebesar bola pingpong. Dimana aku meminta petugas bandara itu memberikannya kepadaku untuk aku gunakan sebagai koin kerokan.

Saat itu rupanya handphoneku berdering. Tepatnya bergetar. Karena suara deringnya aku matikan. Rasanya dari tempat yang jauh sekali padahal tergeletak di samping tempat tidur.

Aku terbangun dan kulihat jam. Jam 12 lewat 30 menit. Ini lewat tengah malam. Handphoneku sudah berhenti bergetar. Kulihat siapa yang begitu punya nyali di malam buta menelepon.

Ternyata kamu.

Tak hendak kutelepon balik. Karena aku pikir kalau pun darurat biasanya disusul sms atau whatsapp message.

Pagi aku kirim pesan.

Kau menelepon tadi malam?

Ya. Jawabmu.

Aku pikir aku bermimpi.

Tidak.

Kepencet?

Tidak.

Kamu kangen?

………tidak ada jawaban….

 

Read Full Post »

Anak Merokok, Harus Bagaimana?

c360_2016-07-02-10-58-21-626Ini kayaknya problem orang tua semesta yang anaknya baru menanjak gede. Emang tidak semua anak, ya sih..tapi andaikan nih ya..andaikan Anda menemukan anak baru gede, entah SMP atau SMA merokok; apakah menemukan bungkus rokok di kamarnya, ataupun misalnya kegep merokok, atau menemukan bajunya bau rokok, apa yang akan kita lakukan?

Anak laki saya yang ganteng dan sekolah di SMA, merokok. Tepatnya beberapa waktu lalu dia ketahuan dan susah sekali diberitahu untuk berhenti merokok. Sekarang sudah engga lagi. Jadi mari kita bahas sejarah bagaimana seorang anak jadi merokok, dan sukur Alhamdulillah, berhenti merokok.

Sewaktu SMP, anak laki saya benci pada yang namanya rokok. Cewek merokok apalagi, emak-emak merokok? Lebih parah lagi. Pokoknya dia say no to rokok. Apalagi anak saya punya asma kambuhan. Udara bersih segar selalu menjadi prioritasnya. Lalu bagaimana cerita anak saya itu menjadi terjerumus kepada rokok?

Pergaulan. Iya. Namanya berteman dengan orang-orang, tepatnya disini anak-anak SMA yang lagi coba-coba nyari jati diri dan merokok, ternyata membuat anak saya jadi merokok. Mau marah (iya sih marah) tapi katanya marahin anak juga salah marahnya bisa fatal, mending kalau nurut, kalau tambah melawan gimana.

Saya sih pendekatannnya persuasif saja. Saya katakan saya tidak suka anak saya merokok dengan berbagai alasan logis yang saya bias kemukakan. Kesatu, tentu saja kesehatan. Kedua, masih kesehatan. Ketiga, pemborosan, saya coba kemukakan hitung-hitungan pemborosan yang dia lakukan VS uang yang bisa dia tabung untuk beli mother drive atau sound card buat komputer. Keempat, soal prinsip. Masa bodo sekitar kita mau ngerokok atau tidak, orang yang punya prinsip mah engga akan tergoda. Engga akan takut diledek, apalagi dihina untuk hal-hal yang gak penting seperti keberanian. Berani atau tidak kan ukurannya bukan dari merokok.

Obrolan macam gini saya lakukan setiap ada kesempatan, tapi bentuknya diskusi saja, tanpa menggurui dan mengomeli dia. Lagipula tipikal anak saya keras, kalau dimarahi malah melawan. Sepertinya kunci disini adalah cara berkomunikasi yang hangat dan terbuka dengan anak.

Sekarang anak saya lagi rajin olahraga, merokoknya berhenti juga. Banyak makan sayur, dan bawa bekal makanan ke sekolah. Jajan pun dia sekarang jarang. Katanya lagi menerapkan pola hidup sehat. Pas saya tanya kenapa, dia bilang, ya kepingin saja. Mendingan olahraga, makan makanan sehat. Lagi ngebet pengen punya badan bagus, lagian merokok bikin napasnya sesak katanya. Saya jadi bernapas lega. Tanpa harus marah-marah, tanpa harus menghukum, dan tanpa cara-cara keras lainnya.

Mungkin ada yang mau meniru cara saya?

Read Full Post »

Kota Yogyakarta memang istimewa. Tidak ada habisnya untuk diceritakan. Tidak salah bila film AADC 2 dibuat disana. Romantisnya dapet. Tapi tetep saya sih kok ya engga baper nonton AADC 2. Saya terfokus pada Rangga yang berubah lebih ‘kuleuheu’, agak dekil gitu loh keliatannya. Beda dengan Rangga yang masih SMA, kinclong abis. Mungkin akhir-akhir ini Niko sering travelling. Lihat saja akun instagramnya. Kayaknya dia sering kelupaan pakai sunblock.

Berkesempatan ke Yogya walau cuma dua malam berharga banget rasanya. Minggu lalu saya berkesempatan untuk ke Yogya lagi setelah sekian tahun berlalu. Kali ini saya dan anak saya bertiga berangkat ke Yogya dari Bandung. Ternyata Bandara Husen udah bagusan ya. Jadi ingat dulu pernah pulang dari Singapore hampir saja ketimpa plafon yang ambruk di pintu kedatangan. Saking udah bobroknya.

Tiba di Yogya sudah jelang malam. Kami menginap di Phoenix Hotel di Jl Sudirman atas rekomendasi teman-teman saya. Kata mereka hotelnya keren dengan nuansa bangunan jaman Hindia Belanda.  Supir yang menjemput kami bernama pak Fitra sangat ramah dan tahu banget soal kuliner Yogya.  Kami ditawarkan untuk mencicipi sate Klathak di Jl Imogiri. Ada dua yang terkenal katanya, Sate Klathak Pak Pong atau Sate Klathak Pak Bari.

Pak Pong atau Pak Bari dua-duanya juga saya engga kenal. Jadi bebas saja deh. Tadinya pingin ke sate klatak tempat Cinta dan Rangga ketemuan itu, tapi Pak Fitra lebih rekomendasi ke Pak Pong. Dia engga nonton film AADC katanya. Jadi pilih yang rame aja. Ukuran dia yang enak itu yang rame dan antrinya lama. Kalau saya sih sebenarnya maunya yang sepi dan engga ngantri. Tapi saya nurut aja deh kalau sama orang Yogya, secara dia yang punya kota.

img_20161014_185923

Kalau anak saya  Drea, engga tahan banget dengan bau kambing. Dia nyaris tidak makan apa-apa. Bau kambing memang terasa saat kita memasuki tempat makan tersebut. Tapi satenya tidak bau kambing sama sekali. Sate kambing atau sate klatak ini adalah sate the best I ever had. Sumpaj, enaaaakkkk banget!. Karena saya penyuka daging sate yang tanpa bumbu, maka sate klatak dengan bumbu garam doang dan merica ini sangat sangat kena di lidah saya. Satenya empuknya pas. Tidak lembek tidak keras. Saya dan Anis memesan juga tengkleng, yang juga luar biasa enak.

img_20161014_191737

Harga per porsi sate Rp 20,000.- dengan dua tusuk sate yang menggunakan jari-jari sepeda. Tapi satenya panjang dan dagingnya banyak. Jadi satu porsi cukup untuk kami masing-masing. Saat itu tidak terlalu ramai, jadi pelayanan cepat tanpa harus menunggu lama.  Rasanya saya masih ingin makan kesini lagi besok. Tapi mengingat saya takut hipertensi saya kambuh sepertinya saya harus menahan diri untuk jangan rakus. Nanti darah tinggi kumat saya ngegelepek pingsan di kota orang kan engga lucu. Serem malah.

Dari tempat sate langsung pulang ke hotel tanpa mampir sana sini, karena baju jadi bau bakaran kambing (menurut Drea), yang bikin kepingin mandi.

img_20161015_172504

The Phoenix Hotel Yogyakarta

Tiba di hotel saya suka sekali dengan interior dan suasana kolonialnya. Agak spooky sih karena di lorongnya sepi, tapi sangat nyaman. Kamar kami juga luas dengan jendela yang bisa dibuka lebar terletak di lantai dasar dekat dengan kolam renang. Kolam renangnya tampak indah dikelilingi bangunan kamar dengan lampu-lampu yang bercahaya dengan cantiknya.

img_20161014_202517Besok pagi tanpa sarapan dulu dan anak-anak masih tidur saya dengan semangat Panglima Besar Jenderal Sudirman bertekad kuat untuk lari pagi di seputaran kota Yogya ini dengan target 10 Km. Rutenya kemana? Kagak tahu, yang penting kan bawa handphone. Kalau nyasar ya tinggal lihat GPS. Kecenderungan saya yang tinggi untuk nyasar tidak menyurutkan semangat saya untuk menelusur jalan-jalan kota yang masih sepi di pagi hari ini.  Lagian kalau nyasar siapa juga sih yang mau menculik emak-emak gendut dan kelihatannya bertampang wagu ini. Kagak jelas ada duitnya apa kagak, jutek iya. Preman juga pasti males malak. Lagipula kota Yogya terkenal dengan kota aman damai dengan tingkat kejahatan rendah.

img_20161015_072610

Pinggir Kali Code

Pagi hari di kota Yogya indah sekali. Banyak anak-anak sekolah berseragam dengan rok kotak-kotak mengendarai sepeda berangkat sekolah, padahal hari Sabtu ya. Tukang-tukang makanan menyiapkan gerobaknya dan banyak orang-orang tua menyapu halaman depan rumahnya dari dedaunan.  Atap-atap rumah di bantaran Kali Code tampak semarak dengan warna-warna terang, menyemburat di sinar matahari yang baru muncul diam-diam. Saya banyak berhenti untuk melihat sekitar. Ada rumah-rumah tua yang merupakan warisan budaya, bangunan-bangunan rumah sakit yang masih dalam bentuk aslinya, becak-becak lucu yang bentuknya berbeda dengan becak di kota lain

img_20161015_064302

Tak terasa karena sambil menikmati pagi di kota yang baru bangun ini saya jogging sampai dengan 10 km, rutenya entah, soalnya beberapa kali saya melewati jalan yang sama, saya pun melewati stadion dimana rupanya akan ada konser Slank nanti malam. Yang saya heran kebanyakan para Slanker yang membawa spanduk dan bendera bertuliskan nama-nama daerah darimana mereka berasal ini, tampaknya tidak mandi beberapa hari. Anis kemudian memberitahu bahwa fans Slank ini ciri khasnya memang jarang mandi. Ah yang benar? Yang jelas anak muda yang bahkan bergelatakan di trotoar ini nampaknya kurang memperhatikan sanitasi diri. Bahkan mereka tampak perlu menyisir rambutnya.

Oh ya kemanapun saya lari, seperti biasa abang-abang tukang becak selalu berusaha melemahkan semangat saya, “Mba..wong naek becak saja..cape lari-lari, mending naek becak yuk, mau kemana sih…sudah lima ribu sajaaa..” dengan logat Jawa mereka yang medok. Saya tergoda juga sih memang untuk berhenti dan makan soto, tapi lupa engga bawa uang.

Usaha saya sampai bisa lari ini engga mudah sebenarnya. Perlu setahun lebih untuk bisa melebihi jarak 5 Km. Dulu jalan kaki 2 Km saja rasanya udah juara banget ngalahin Usain Bolt. Ini juga pace saya engga bagus sih, masih kayak siput. Tapi lumayan lah daripada dulu jalan kaki saja saya ogah. Anak saya bilang bahkan gaya lari saya mirip kodok. Yang mana menurut saya adalah analogi yang salah. Kodok melompat soalnya bukan lari.

screenshot_2016-10-15-07-50-12_com-nike-plusgps

Pulang ke hotel, sekitar jam setengah delapan pagi, eh ternyata anak-anak bahkan belum bangun. Pemalas sekali. Saya ajak mereka sarapan. Ada air mancur di dekat bangku-bangku dan meja makan berpayung, saya duduk disana. Saya perhatikan banyak orang-orang asing yang menginap di hotel ini. Tak heran juga sih, karena nuansa kolonial hotel ini memang menarik sekali.

Saya ditawari untuk meminum jamu. Saya mencoba brotowali dan pahitnya engga hilang-hilang walaupun sesudahnya saya meminum air jahe campur gula merah dua gelas. Saya pikir ibu-ibu yang memberi puting mereka brotowali untuk menyapih anak menyusui itu adalah kejahatan tingkat tinggi. Tak heran kalau bayi bisa menangis berhari-hari bila menjilat brotowali. Saya aja shock berat.

Selanjutnya perjalanan saya di Yogya dalam rangka Get Away Week End ini akan saya lanjut di postingan lain, kalau disini kepanjangan soalnya.

 

 

Read Full Post »

Hari Sabtu dan Minggu kemarin adalah akhir pekan yang menyenangkan banget buat saya. Namanya juga pulang ke Bandung kumpul dengan keluarga. Hari Sabtu pagi dimulai dengan kegiatan menyenangkan pula. Pijat! ada ibu-ibu langganan saya bernama Mba Mega yang setiap pekan ke rumah saya untuk pijat dan lulur. Serius, saya berani bersumpah pijatan tangannya lebih nyaman dari semua spa atau tempat pijat apapun yang pernah saya coba.

Lalu siangnya karena Drea belum pulang juga dari ekskul, akhirnya saya pergi berdua dengan suami ke PVJ untuk nonton. Kalau Dimas jangan diharap deh. Lagipula dia baru pulang kemping di Burangrang, mana mau dia pergi. Lagi normal saja ogah, apalagi sedang ngantuk model gini.

Saya antusias sekali. Soalnya lagi banyak film-film bagus yang dinanti. Sabtu ini saya nonton di CGV yang sedang direnovasi sebagian, bikin sumpek dan bingung deh. belum lagi antrian toilet yang mengular. Menyebalkan. Tapi tidak mengurangi semangat saya nonton sih. Salah satunya karena saya suka film koboi. Wild Wild West. Jaman keemasan cowok-cowok ganteng naik kuda. Walau dekil berdebu tetap ganteng. Jago tembak pula.

Jadi untuk sore ini saya nonton Seven Magnificent. Denzel Washington kata review disebut-sebut sebagai magnet daya tarik buat film ini, beberapa nama lain saya tidak ingat-ingat amat, kecuali Ethan Hawk yang mantan suami Uma Thurman. Tapi biar saja tidak ingat nama-namapun yang main ganteng-ganteng. Juga ada Haley Bennet jadi tokoh cewek yang menurut saya cantik bukan main. Saya mengingatnya sebagai penyanyi di film Music and Lyric yang dibintangi Hugh Grant dan Drew Barrymore.

Saya bukan reviewer film yang baik. Soalnya tidak suka mengkritisi. Saya mudah terpuaskan. Mau ceritanya klise atau tidak, selama yang main ganteng dan seru ada tembak-tembakannya, saya sudah bahagia. Tapi menurut saya film ini sama sekali tidak jelek. Berapapun rating Rotten Tomatoes yang didapat saya tetap suka dan menganggap tidak rugi sama sekali nonton film ini.

Saya sih cuma sibuk menghitung jumlah peluru dari tiap pistol yang ditembakkan, kalau lebih dari enamm saya baru keheranan. Dan saya juga tidak habis mengerti kenapa gaya Denzel Washington nembak itu kayak yang engga stabil, nyanggeyeng kalau kata bahasa Sunda, kaki berdiri dengan lutut agak rapat terus bertopang ke kaki satunya. Lah kan aneh ya.

Saya engga mau bahas jalan cerita, ntar jadi spoiler. Pernah dengar engga ada orang yang teriakin spoiler terus digebukin orang sebioskop? nah saya engga mau jadi orang kayak gitu.

magsevenheader

Hari Minggu saya pergi berdua saja dengan Drea, ke PVJ lagi. Astaga. Drea sampai tanya Emak engga bosan apa ke PVJ melulu. Terus kata saya, ya maunya sih ke Pacific Place de, tapi kan PP mah di Jakarta. Menyenangkan sekali jalan berdua anak ini. Lebih rame sih memang kalau ada Anis, Dinda dan Dimas. Pasti lebih rame. Terutama ada Dimas yang suka jahil pada yang lain.

Eh sebelum ke PVJ sebetulnya saya ke Istana Plaza dulu, dengan teman Drea. Jadi kami bertiga. Drea perlu beli handphone baru. Lalu kami makan bertiga di Pepper Lunch. Sempat juga foto-fotoan bertiga ala alay jaman sekarang. Hihi.

img1475385577685

Nah di PVJ kami menonton Miss Peregrine’s House for Peculiar Children. Tadinya pengen nonton di 4DX tapi jadwalnya lebih sore, sementara itu saya malas pulang malam, soalnya macet luar biasa deh kalau keluar dari PVJ.

Film dari Tim Burton selalu menarik. Agak-agak dark gitu kan, sedikit horror tapi engga nakutin. Menyenangkan sekali menonton film yang tervisualisasi dengan indah dari sebuah cerita fantasi. Engga sadar saya menghabiskan popcorn saya satu wadah, untung beli yang kecil, ini aja udah bikin saya kleyengan. Ampun, saya kan punya kecenderungan hipertensi. Langsung saja saya minum air putih banyak-banyak.

Mau bahas tentang film ini tapi saya keburu ngantuk. Maaf deh, engga jadi ya.

peregrins-film-headerv1-front-main-stage

 

 

 

Read Full Post »

…dan aku mencintaimu, terkadang

Sepertinya hari ini otakmu sedang ada di tengah. Tumben. Biasanya gila kan. Gila sesaat, namun gila sesaat yang menahun. Saat otakmu tidak berada di tempatnya, kau akan melupakan aku. Seminggu, dua minggu, berbulan-bulan, bahkan hitungan tahun. Eh rasanya tidak sampai bertahun-tahun, enam bulan kalau tidak salah sih. Enam bulan pernah berlalu dimana kau tidak meneleponku sama sekali. Tahun kapan itu aku lupa. Sudah lama.

Saat kau waras kau mengabari aku kemana kau pergi. Kapan berangkat, kapan tiba. Saat kau waras (atau saat kau butuh teman bicara) kau meneleponku tak kenal waktu. Tengah malam, dini hari, atau saat aku sedang mandi. Tidak pernah ada jadwal pasti.

Aku sudah terbiasa.  Terbiasa dengan ketidakpastian.

Seperti hari ini. Kau manis sekali. Kau telepon aku saat tiba di kota tujuan itu. Barusan selesai meeting yang panjang kau juga bercerita panjang kali lebar kali tinggi, antusiasme, harapan, kebanggaan, semua kau ceritakan. Lalu kau berbicara lewat texting kata-kata mesra yang keterlaluan seperti isi surat Che Guevara kepada kekasihnya.

dan rasanya saat ini aku juga mencintaimu. Sangat.

Mungkin besok aku membencimu, seperti dua hari yang lalu.

 

Read Full Post »

Biola dan Drea

img_20160925_081847_1474766521085

Beberapa bulan lalu, sekitar dua bulan lalu sih sepertinya, Drea anak saya yang kecil merajuk.

Katanya ingin les biola. Lagi kecil sih sewaktu masih SD dia pernah les privat biola juga, cuma jadinya modiste -modal ledis becus henteu, istilah dalam bahasa Sunda yang artinya modal habis bisa kagak. Mungkin dulu keinginan belajarnya belum kuat, sehingga yang terjadi hanya bunyi ngak ngek ngok tidak jelas seperti suara kucing terinjak.

Lalu dulu dia lelah sendiri.

Mengingat kedua kakaknya sangat sangat menyukai bermain musik dan bisa memainkan berbagai alat musik, tak urung saya kasihan juga. Soalnya kalau kedua kakaknya konser mini di rumah, yang satu main piano yang satu main gitar, ya Drea cuma andil tepuk tangan doang.

Akhirnya saya menyetujui untuk Drea les lagi (koreh tabungan di celengan ayam tembikar). Lagipula menurut pendapat emaknya pribadi, secara fisik Drea ini memadai buat main biola. Loh kok secara fisik? Biasa lah kan ya kalo emak-emak kan suka muji anaknya sendiri, nah menurut saya Drea ini cukup cantik buat bisa nyaingin Vanessa Mae. Loh kok ya kesitu ya?

Setelah daftar les tentu saja saya membeli biola. Karena hemat dan pengiritan mode on, saya belinya biola bekas. Murah meriah, lagi pula dasar emaknya ini oon kagak ngarti alat musik, sing penting biola ya biola, engga tau kalau ternyata ada harga ada rupa. Setelah beberapa kali les, Drea putus asa, gurunya juga. Karena biolanya terus-terusan fals. Senarnya putus melulu, karena kalau diputar setelannya suaranya susah pas.

Akhirnya saya beli biola baru yang rada mahalan menurut ukuran dompet saya yang diskonan. Untungnya ada seorang om-om baik hati yang tidak mau disebutkan namanya apalagi difoto menyumbang 3/4 dari harga biola tersebut. Saya protes sih, kenapa 3/4? kan nanggung banget ya? Kenapa engga seluruhnya aja dibayarin? Tapi saya hanya mendapat juluran lidah dari wajahnya.

Sekarang setelah biolanya rada bagusan, ternyata kemajuan Drea tergolong pesat. Yang artinya sekarang dia sudah bisa memainkan berbagai lagu yang bisa ditebak lagu apa. Suara biolanya juga terdengar merdu. Entah apa pengaruhnya yang jelas sekarang anak saya itu rajin latihan memainkan biola setiap saat.

Semoga suatu hari nanti saya bisa duduk di kursi paling depan dan bertepuk tangan paling keras saat dia konser di panggung. Hihihi.

Kalau yang dibawah ini foto kakaknya.

c360_2016-08-12-18-29-20-619

Read Full Post »

« Newer Posts - Older Posts »