Sudah lama. Lama sekali. Lama banget dah pokoknya, dari dulu saya ingin berkunjung ke Medan. Belum pernah soalnya. Sudah beberapa kali batal. Padahal sudah beli tiket pesawat promo. Gegara macam-macam sebab. Ada karena di kantor mendadak dangdut..eh mendadak sibuk. Ada juga karena ga boleh cuti. Sama saja sih.
Akhirnya pucuk dicinta ulam tiba, adean ku kuda beureum, alias beruntung dan tak disangka saya bisa berangkat ke Medan dengan urusan dari kantor yang bahkan bukan untuk bekerja. Setidaknya saya tidak diharapkan untuk bekerja. Something like that. Bingung ya? Sama.
Akhir bulan Pebruari lalu, saya berangkat bersama rekan-rekan lain, bisa dibilang banyakan lah. Sekitar 20 orang lebih dikit kalau ditotal. Kami menggunakan Garuda Citylink dari Bandung. Berangkat jam 9 lebih. Sebagian ada juga yang berangkat dari Jakarta.
Hari itu udara cerah. Matahari terang dan awan putih tampak segar berarak. Cocok. Perjalanan lancar dan kami tiba di bandara baru Kualanamu. Besar juga ya bandaranya. Kelihatan barunya sih tapi beberapa tempat dan toilet terlihat kotor dan jorok. Lho kok. Cepat sekali ke arah dekilnya. Sayang banget. Padahal keren bandaranya.
Dengan bis dari travel kami menuju hotel. Saya menginap di Swiss Bel Hotel. Menurut pemandu kami di Medan ini banyak nama hotel yaang mirip-mirip. Sehingga sering membuat pelancong nyasar salah hotel. Kota Medan ini panas sekali. Menurut saya yang hobinya berdingin-dingin. Pepohonan juga tampak jarang di kota yang tampak gersang. Tapi saya sangat menyukai bangunan-bangunan tua peninggalan jaman Belanda.Tampak terawat baik. Tidak seperti di Bandung yang banyak dirubuhkan dan diganti bangunan model baru. Dem.
Kami melewati istana Maimun yang megah. Sayang tidak bisa berhenti dulu. Saya ingin sekali memotret. Istana tua yang terawat ini tampak cerah bercat kuning ini dirancang oleh arsitek Italia untuk Sultan Deli. Bangunan ini merupakan ikon Medan, dengan arsitektur campuran Italia, India, Spanyol dan bernafaskan nuansa bangunan Islam. Kabarnya masih ditempati oleh para keturunan Sultan Deli.
Ternyata Swiss Bel Hotel ini satu area dengan mall. Ada koneksi pintu untuk langsung masuk ke area mall. Saya sempat jalan-jalan sendiri, dan menikmati ramen di sebuah restoran Jepang disana.
Nah malam hari ini dia acara makan-makan yang ditunggu! Duren Ucok! Bagi penggemar buah berduri yang wanginya kadang bikin cinta dan benci pada sebagian orang, haram hukumnya bila pergi ke Medan tidak menghabiskan waktu untuk makan duren di Duren Ucok ini. Incredible place for durian lovers, I must admit.
Duren Ucok ini adalah surga atau taman bermain bagi penggemar duren. Ada bermacam rasa duren. manis legit, manis sedang, manis pahit, yang menurut saya sih bukan pahit. Nah yang manis pahit ini katanya yang paling digemari penggemar duren sejati. Duren asal negara jiran, monthong yang sering membanjiri pasar di Bandung, disini tidak laku. Duren yang enak ya duren begini ini. Daging buahnya tidak tebal seperti duren monthong, jadi tidak bikin neg.
Ah..saya masih kangen sama Duren Ucok sampai saat tulisan ini saya buat. I miss you Ucok!.
Keesokan hari rombongan kami terbagi dua, satu rombongan menuju lapangan golf, sebagian lagi dimana saya ikut serta, pergi ke Pulau Samosir. Samosir Island! Whew.
Pulau Samosir di Danau Toba ini, adalah tujuan utama saya ingin ke Medan. Siapa sih yang tidak pernah mendengar tentang Danau Toba? Di mancanegara pun bagi yang memiliki minat terhadap volcano dan bentukan alam, Danau Toba adalah tujuan bagi para peneliti, seperti Sun Go Kong bersama pendeta mencari kitab suci ke barat, kira-kira demikian.
Pagi hari jam 7 kami sudah meninggalkan hotel menuju Danau Toba. Perjalanan melewati ladang-ladang yang luas sejauh mata memandang. Kira-kira perjalanan menuju Danau Toba ini memakan waktu 6 jam sejak kami berangkat meninggalkan Medan. Jauh juga ya?
Menuju Danau Toba, udara semakin terasa sejuk. Pemandangan kiri kanan berubah menjadi pepohonan khas pegunungan dengan banyak pohon pinus. Secara umum jalanan aspal menuju ke Danau Toba ini cukup mulus. Mendekati danau, mulai tampak pinggiran danau dengan banyak karamba di pinggiran.
Pemandangan danau yang membentang membuat nafas tercekat. Danau buatan alam ini sungguh sangat luas. Ini danau apa laut? Angin terasa berhembus kencang. Pulau Samosir tak nampak dari dermaga. Setelah makan siang (ikan mas bumbu arsik), kami berangkat menyeberang. Angin dingin berhembus kencang di perahu motor. Sebaiknya bagi yang berwisata menyeberang ke Pulau Samosir ini jangan lupa menggunakan pakaian hangat. Saya ini langganan perut kembung masuk angin, selalu sedia minyak kayu putih dan tolak angin di tas saya.
Merapat di pulau Samosir saya melihat jalan aspal yang mengelilingi pinggiran pulau ini asik sekali kalau jadi trek sepedaan. Ah sayang sekali waktu yang saya punya untuk berada disini hanya sebentar. Harus balik lagi nih kapan-kapan untuk naik sepeda di Pulau Samosir. Ini akan jadi pengalaman dan petualangan yang mengasyikkan. Bayangkan!
Kami menuju makam Raja Sidabutar. Masuk ke kompleks makam, pengunjung harus mengenakan ulos. Ulos untuk wanita berwarna lebih cerah dibanding ulos untuk pria. Makam-makam tua ini adalah makam Raja dari marga Sidabutar di Desa Tomok. Salah satunya yang paling besar adalah makam Raja Ompu Naibatu Ni Ujung Barita Sidabutar. Makamnya beroleskan warna merah kecoklatan yang katanya adalah olesan darah. Di bagian belakang peti batu ada patung wanita cantik yang konon bernama Anting Malela Boru Sinaga.
Sekitar kompleks pemakaman, masih di Desa Tomok, terdapat rumah-rumah adat Batak bernama Rumah Bolon. Disana ada patung boneka Sigale-gale yang bisa menari. Rumah adat Batak ini mengingatkan pada Tongkonan di Toraja. Demikian juga warna ornamen yang saya lihat pada rumah atau ukiran dan kain yang disampirkan di makam Raja Batak. Warnanya merah, putih, dan hitam. Melambangkan tiga alam, alam bawah atau neraka, dunia yang kita tempati, dan alam arwah. Disebut dengan Banua ginjang (dunia atas), banua tonga (dunia tengah/bumi), dan banua toru (dunia bawah atau dunia makhluk halus).
Satu hari di Pulau Samosir ini sungguh belum puas. Saya harus kembali kesana lagi untuk kembali menelusur Medan dan menikmati keindahan alam di Danau Toba.
Leave a Reply