The Sundanese Tragedy

 Ini dia kue lebaran kesukaan saya dan teman-teman di kantor. Bolu panggang khas kampung saya dari Jalatrang, Ciamis. GM saya terdahulu pun menyukainya. Di antara kue-kue lebaran lain yang keren-keren seperti Kaastengel atau apalah yang lainnya, dipastikan bila dihidangkan di meja, kue ini yang bakalan duluan habis diserbu.

Mengapa? Entah. Menurut pengakuan teman-teman penikmat kue ini, katanya rasanya khas, tidak bikin enek, tidak bikin blenger, manis, ada rasa asam segar dari nanas, tidak pakai bahan pengawet, cocok disantap dengan kopi dan teh. Tidak hanya faktor gratis, tapi mereka juga sering bela-belain untuk membayar bila perlu, untuk saya agar menyediakan lebih banyak. Sayangnya saya tidak bisa.

Karena bikin kue ini susah-susah gampang. Pembuatnya Uwa saya di kampung sana. Dikocok dengan tangan, ovennya yang model jadul, dan takarannya gelas belimbing keramat. Yang kalau tidak pakai gelas ini, Uwa saya bingung, karena tidak bisa pakai takaran timbangan biasa.

Dahulu kala, jaman toples plastik belum musim, kue bolu panggang ini ditaruh di toples kaca yang warnanya rada kehijauan, tebal, dan tutupnya ada bulatan kacanya. Sudah sulit sekali menemukan toples model begini. Bila ingin tidak dimasuki semut, tutupnya diganjal dengan kertas koran.

Mungkin suatu hari saya harus serius mempelajari pembuatan kue ini. Takutnya tidak ada generasi penerus yang melestarikan pembuatan bolu panggang nanas ini.