Mumpung Bandung cuacanya seperti di New York di jelang musim gugur*, saya seharian Minggu kemarin bersepeda keliling kota, eh keliling perumahan komplek saya, tidak sampai ‘blusukan’ ke gang-gang sempit, walau tak akan ada yang menuduh saya melakukan itu demi pencitraan.
Cuaca dingin dengan angin sepoi basah yang menggelitik ini memicu untuk memacu sepeda lebih kencang. Langsung saja darah yang mendesir seiring kayuhan sepeda membuat badan hangat dan semangat menggelora. Tak urung jadi memikirkan lagu Queen..Bicycle Race, seperti saya kutip liriknya sedikit disini:
I want to ride my bicycle
I want to ride my bike
I want to ride my bicycle
I want to ride it where I like
Kalau di jalan di perkotaan engga runyam model begini, saya sih dengan senang hati naik sepeda saja ke kantor. Tapi kalau melihat kondisi jalanan kita yang seperti jalur balapan runyam , saya takut sendiri kalau naik sepeda nanti dicium moncong angkot atau kendaraan lain. Atau motor! Motor di kita sekarang bak orang-orang kesetanan. Kalap naik trotoar, sabet dari kiri sabet dari kanan. Kalah deh samurai dengan katana. Demikian juga banyak yang membawa kendaraan dengan cara barbar. Satu detik begitu berarti untuk menyabet menjadi terdepan. Mungkin karena SIMnya hasil nembak.
Dulu di Bandung pernah ada jalur jalan yang diberi cat biru (yang beberapa bulan kemudian luntur, mungkin pemenang tender tidak menggunakan cat weathershield sesuai Term of Reference yang disepakati) katanya buat jalur pengendara sepeda. Tapi sepertinya program tersebut hanya program yang anget-anget tai ayam saja. Karena tidak berjalan lama. Jalurnya luntur, penggagas bike to work-nya entah kemana.
Bersepeda yang tren saat ini di kota saya, kebanyakan masih sepedaan gowes-gowes ke gunung atau jalur trekking untuk berolahraga. Sementara saya sih mengharapkan bersepeda lebih bisa digunakan untuk kegunaan sehari-hari seperti berbelanja atau pergi bekerja. Saya juga inginnya punya sepeda yang model lucu, ada keranjang di depan (buat naro sayuran hasil belanjaan), dan ada bel yang ramai, dan diberi rumbai-rumbai yang permai.
Ada sih yang pergi bekerja dengan sepeda. Namun tidak banyak. Tidak seperti di Belanda**. Contohnya di kantor saya ada Bapak Ara Sohibin. Yang bekerja sebagai ‘anak lelaki muda kantor’ walau umurnya tidak terbilang muda. Udah tua malah. Beliau bersepeda setiap hari dengan onthelnya (kecuali ban sepedanya kempes), dari Cimahi ke pusat Kota Bandung. Sekitar 9 km. Tidak pulang pergi ya, baru satu jalan.
Akhirul kata, harapan saya sebagai warga yang ingin mengurangi penggunaan BBM demi pengiritan uang belanja, juga membantu pemerintah yang katanya akan segera menggalakkan penjualan sektor non migas ke Timur Tengah dan Afrika untuk menutup defisit anggaran, karena jualan minyak sekarang udah ga terlalu membantu perekonomian negara, katanya (saya dengar di berita radio tadi pagi di jalan), dengan ini saya mengharapkan agar segera dapat dilakukan penertiban kendaraan.
Perbanyaklah angkutan umum yang berjalan sesuai jalur dan waktu, kurangi pengendara motor liar yang tidak mengerti tata tertib berkendara, dan jadikan jalur bersepeda nyaman digunakan agar kami pencinta sepeda sebagai kendaraan dengan energi terbarukan selalu berkat nasi yang dimakan, bukan dari bensin, dapat menggunakannya sebagai kendaraan sehari-hari, untuk bekerja, berolahraga dan berekreasi. Demikian.
* saya belum pernah ke New York, apalagi Sun Fransisco kalau kata Syahrini mah
** Saya juga belum pernah ke Belanda


Leave a comment