Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Peristiwa’ Category

Hari-hari menjelang ulang tahunnya perusahaan tempat saya bekerja membuat saya menjadi agak melankolis. Sedikit romantis. Dan ngarep hujan gerimis.

Saya jadi teringat saat-saat saya dulu saat setengah mati ingin pindah kerja dari perusahaan yang baru sepuluh bulan saya kerjai. Eh apa yah istilah yang tepat.

Bukan. Bukan karena bos saya kurang ganteng atau apalah. Apalagi disana ada pegawai bernama Erwin. Jangkung dan cakep. Kayak Chow Yun Fat. Beneran deh ga boong. Saya suka ngintipin dia diam-diam dari balik laci-laci file.

Oh ya itu tadi. Bos saya galak banget. Namun segalak-galaknya dia lebih galak istrinya. Seorang manager keuangan di lembaga riset negeri. Konon bos saya pernah diuber istrinya dan akan digebuk dengan gagang sapu. Serem.

Nah kembali ke cerita awal. Kegalakan bos saya bikin saya pengen pindah. Segera. Pada kesempatan pertama. Erwin ataupun Chow Yun Fat beneran tidak akan bisa menghalangi saya. Tekad saya sudah bulat. Sebulat donat.

Akhirnya saya mengirim lamaran dari iklan sebuuh koran lokal. Saya ga ada ide perusahaan apa itu. Cuma menyebutkan srbuah perusahaan telekomunikasi. Okay whatever. Just take me out from here, Johnny!. Wait. Johnny ini siapa?.

Ternyata saya terpanggil untuk psikotest. Tempatnya di hotel Santika Bandung. Saya pakai baju merah atas bawah. Entah kenapa warna merah selalu bikin saya pede. Berani. Bersemangat. Dan merasa pintar. Walau

cuaca hujan dan jalanan becek sekalipun. Merah selalu bikin hari saya cerah.

Psikotest berlangsung dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Lama amat ya. Untuk dikasih makan. Sekotak KFC. Saya yang naif ini merasa terharu. Baru kali itu selama saya melamar pekerjaan saya diberi KFC. Nasi dan ayam! Bayangkan. Plus segelas Coke.

Read Full Post »

Sepedaan di Kota Kembang

Mumpung Bandung cuacanya seperti di New York di jelang musim gugur*,  saya seharian Minggu kemarin bersepeda keliling kota, eh keliling perumahan komplek saya, tidak sampai ‘blusukan’ ke gang-gang sempit, walau tak akan ada yang menuduh saya melakukan itu demi pencitraan.

Cuaca dingin dengan angin sepoi basah yang menggelitik ini memicu untuk memacu sepeda lebih kencang. Langsung saja darah yang mendesir seiring kayuhan sepeda membuat badan hangat dan semangat menggelora.  Tak urung jadi memikirkan lagu Queen..Bicycle Race, seperti saya kutip liriknya sedikit disini:

I want to ride my bicycle
I want to ride my bike
I want to ride my bicycle
I want to ride it where I like

Kalau di jalan di perkotaan engga runyam model begini, saya sih dengan senang hati naik sepeda saja ke kantor.  Tapi kalau melihat kondisi jalanan kita yang seperti jalur balapan runyam , saya takut sendiri kalau naik sepeda nanti dicium moncong angkot atau kendaraan lain.  Atau motor! Motor di kita sekarang bak orang-orang kesetanan. Kalap naik trotoar, sabet dari kiri sabet dari kanan. Kalah deh samurai dengan katana. Demikian juga banyak yang membawa kendaraan dengan cara barbar. Satu detik begitu berarti untuk menyabet menjadi terdepan. Mungkin  karena SIMnya hasil nembak.

Dulu di Bandung pernah ada jalur jalan yang diberi cat biru (yang beberapa bulan kemudian luntur, mungkin pemenang tender tidak menggunakan cat weathershield sesuai Term of Reference yang disepakati) katanya buat jalur pengendara sepeda. Tapi sepertinya program tersebut hanya program yang anget-anget tai ayam saja. Karena tidak berjalan lama. Jalurnya luntur, penggagas bike to work-nya entah kemana.

Bersepeda yang tren saat ini di kota saya, kebanyakan masih sepedaan gowes-gowes ke gunung atau jalur trekking untuk berolahraga. Sementara saya sih mengharapkan bersepeda lebih bisa digunakan untuk kegunaan sehari-hari seperti berbelanja atau pergi bekerja. Saya juga inginnya punya sepeda yang model lucu, ada keranjang di depan (buat naro sayuran hasil belanjaan), dan ada bel yang ramai, dan diberi rumbai-rumbai yang permai.

Ada sih yang pergi bekerja dengan sepeda. Namun tidak banyak. Tidak seperti di Belanda**. Contohnya di kantor saya ada Bapak Ara Sohibin. Yang bekerja sebagai ‘anak lelaki muda kantor’ walau umurnya tidak terbilang muda. Udah tua malah. Beliau bersepeda setiap hari dengan onthelnya (kecuali ban sepedanya kempes), dari Cimahi ke pusat Kota Bandung. Sekitar 9 km. Tidak pulang pergi ya, baru satu jalan.

Akhirul kata, harapan saya sebagai warga yang ingin mengurangi penggunaan BBM demi pengiritan uang belanja, juga membantu pemerintah yang katanya akan segera menggalakkan penjualan sektor non migas ke Timur Tengah dan Afrika untuk menutup defisit anggaran, karena jualan minyak sekarang udah ga terlalu membantu perekonomian negara, katanya (saya dengar di berita radio tadi pagi di jalan), dengan ini saya mengharapkan agar segera dapat dilakukan penertiban kendaraan.

Perbanyaklah angkutan umum yang berjalan sesuai jalur dan waktu, kurangi pengendara motor liar yang tidak mengerti tata tertib berkendara, dan jadikan jalur bersepeda nyaman digunakan agar kami pencinta sepeda sebagai kendaraan dengan energi terbarukan selalu berkat nasi yang dimakan, bukan dari bensin, dapat menggunakannya sebagai kendaraan sehari-hari, untuk bekerja, berolahraga dan berekreasi. Demikian.

* saya belum pernah ke New York, apalagi Sun Fransisco kalau kata Syahrini mah

** Saya juga belum pernah ke Belanda

Read Full Post »

Kalau rata-rata rekan kerja saya di kantor punya langganan salon untuk perawatan dan sekaligus hairdressernya di tempat-tempat ternama misalnya Johnny Andrean, Yopie Salon, atau Martha Tilaar, atau Ananta kalau di kota Bandung, maka saya juga punya. Tapi bukan salon ternama. Salon langganan saya namanya Salon Diana, letaknya sepelemparan batu dari komplek saya tinggal, depan gang Saluyu, daerah Cijerah Bandung.

Salon Diana tidak punya pegawai. Hanya ada Mang Epul dan istrinya yang berjualan di warung depan salonnya, yang berkursi hanya untuk dua orang pelanggan. Itupun tidak bisa dua orang sekaligus, karena dari mencuci rambut, memotong, mengeringkan, sampai mengecat rambut itu semua Mang Epul yang kerjakan sendiri. Saya pernah tanya di suatu kesempatan, kok tidak punya asisten. Jawab Mang Epul karena semua pelanggannya tidak ada yang mau dilayani oleh asisten semua harus dikerjakan oleh Mang Epul sendiri. Jadi akhirnya sang asisten diberhentikan dengan hormat.

Mang EpulSalon Diana ini ukuran ruangnya sekitar 6×4 meter, ada dua cermin dan dua kursi untuk pelanggan, sebuah kulkas dengan pintu yang karatan di pojok berisi minuman dingin, sebuah boneka berhias gaun manik-manik yang saya tebak buatan istrinya tampak menjadi hiasan di meja kecil. Lemari yang menempel di dinding berisi macam-macam merk obat pewarna rambut dan pelurus dan pengeriting rambut. Juga krim untuk creambath. Lalu ada kursi yang tiduran untuk cuci rambut. Airnya dari ember dengan gayung. Kalau ingin air panas untuk cuci rambut, istri mang Epul akan merebusnya dulu di dapur belakang. Ada sofa kecil dari kulit imitasi tempat pelanggan duduk mengantri. Dindingnya bercat oranye terang dengan gantungan kalender, juga hiasan cross stitch gambar singa dan bunga, yang saya tebak buatan istrinya juga.

Selain tempatnya yang kurang apik,  sempit, lagi pula kurang  menarik, orang yang selewatan tidak akan menganggap Salon Diana punya kelebihan. Apalagi mang Epul sering menghilang. Kalau bosan mencukur rambut atau meluruskan rambut, atau mengeriting rambut (manusia memang banyak maunya soal rambut ya?), Mang Epul akan pergi memancing. Jadwal memancingnya pun kurang jelas. Biasanya hari Rabu, tapi bisa juga hari lain dimana sempat dan saat rasa bosannya dalam mencukur menyeruak.

Saya sekeluarga, langganan salon Mang Epul. Suami saya, dan anak saya yang laki-laki, kalau pergi untuk bercukur ke Mang Epul, dan salonnya sangat penuh dengan antrian, atau seperti biasa, misalnya tutup dadakan karena Mang Epul pergi mancing, mereka akan pulang lagi ke rumah untuk datang ke Mang Epul di hari lain. Padahal salon lain juga banyak, Tak kurang dari belasan, barbershop ada di jalan utama depan komplek saya, belum lagi kalau di daerah pasar. Atau mau ke salon yang bagusan, ke Mall Istana Plaza juga lumayan dekat.  Tapi mereka emoh. Alasannya karena cukuran mang Epul hasilnya kena di hati mereka, pijatan tangan mang Epul juga luar biasa nyaman. Saya bahkan curiga Mang Epul punya tenaga dalam.

Dari mulai pijatan saat keramas, lanjut dengan pijatan saat creambath, lalu pijatan pada kepala yang menyeluruh, ditambah pijatan pada pundak dan tangan, kadang bahkan totok wajah segala, kadang lagi bahkan ditambah pijatan di kaki (kalau sempat dan  tidak banyak yang antri), hilang sudah letih lelah dan salah urat dan sakit kepala oleh pijatan Mang Epul ini. Saya dengan sok tahu bahkan menganggap teknik pijat mang Epul ini antara tradisional totok, Shiatsu, dan pijat Thailand. Tapi ini analisa dangkal dari saya yang amatir soal pijat, soalnya saya juga belum pernah pijat Shiatsu dan Thailand. Paling juga pernah di tempat pijat seperti spa, yang kalau menurut saya, menang di fasilitas dan bagusnya tempat, tapi mahal dan pijatnya tidak semuanya enak. Malah saya pernah pijat refleksi kaki, hasilnya malah sakit kaki. Tapi bau wewangian di tempat spa dan minuman jahe campur entah apanya sih memang saya akui sangat nyaman dan segar.

Selain layanan cukur dan perawatan dan perubahan warna atau bentuk rambut (berubah bentuk dari lurus menjadi keriting dan sebaliknya, maksud saya), di tempat mang Epul suka dibikinin kopi atau teh sama istrinya, atau minuman soft drink lain yang tersedia di kulkasnya. Kadang kalau kita lapar, istrinya pun bersedia membelikan capcay, atau lo mie, di restoran seberang jalan, daripada kita bengong nunggu dengan perut lapar. Salon Mang Epul, adalah salon bernuansa kekeluargaan. Kadang ditingkahi keributan anaknya yang menangis, atau obrolan rumah tangga antara dia dan istrinya. Sementara kami sang pelanggan biasanya bengong saja, atau ikutan nimbrung ngobrol kalau gatel pengen komentar.

Menunggu Mang Epul pulang Kenduri

Pengalaman saya dipotong rambut di tempat mang Epul adalah termasuk ditinggal kenduri, sementara rambut saya dalam kondisi dibungkus handuk sehabis cuci rambut. Ceritanya suatu hari Minggu,  saya dan suami datang untuk potong rambut, mang Epul yang akan pergi kenduri rupanya tak tega menolak kami. Dia mencuci rambut saya dengan gelisah. Sehingga akhirnya saya tanya kenapa, dia jawab akan pergi ke undangan tetangga di gang sebelah yang kenduri sunatan anaknya. Jawab saya ya engga apa-apa pergi dulu ke undangan, saya dan suami akan menunggu saja.  Akhirnya dia pergi dulu dengan mengendarai motor. Saya dan suami saya, menyetop tukang cuan kie yang lewat, makan dulu sambil nonton tv, sambil menunggu Mang Epul pulang dari kenduri, dengan rambut saya yang masih basah dibungkus handuk.

Read Full Post »

Wedding: more a year ago

I would like to share my wedding pictures, if you’d like to see.  It was a blissfully happy new year for us. Coz we’re married on 1st of January 2010.

we are both Sundanese, so we were married in Sundanese tradition. Just a simple ceremony, with only relatives and couple of friends.



 

 

Read Full Post »

Kerupuk Ikan Tambelan

Tahukah Anda dimana pulau Tambelan? Tidak mengapa kalau tidak tahu. Toh bisa cari di Google. Tidak perlu merasa malu bila tidak tahu.  Saya sendiri berpikir tidak dapat mengetahuinya dengan mudah, karena di pelajaran SD SMP SMU bukan termasuk pertanyaan yang diajukan di pelajaran geografi.  Karena yang diajarkan paling-paling yang ngetop saja. Misalnya: Pulau penghasil aspal: Buton.  Timah? Belitong! itupun sempat ingat lagi karena hebohnya novel dan film Laskar Pelangi. Tembaga: Nusa Tenggara, Papua (termasuk emas,  yang kebanyakan sih gosipnya dicolong dan tidak masuk ke rekening pembangunan desa tertinggal).

Kalau pulau-pulau lainnya sih ya paling kalau sudah heboh diberitakan diakuisisi negara sebelah baru kita tahu. Oh..ada toh yang namanya pulau Ambalat, oh ada yah yang namanya pulau Jemur, oh kita punya toh yang namanya pulau Sigitan, dan juga pulau Sipadan. Saking banyaknya pulau-pulau di negara kita, sampai dicomot pun kita tersadar belakangan.  Yah harus diakui untuk menghapal nama pulau-pulau yang katanya lebih dari 13 ribu tentu saja sulit, dan masih banyak yang belum bernama. Dan kita bisa tua duluan sebelum hapal. Apalagi menjaganya kali ye. Kalau yang mau mabok menghapal nama pulau-pulau, silahkan lihat daftar pulau di Indonesia, salah satu sumbernya bisa diintip di http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_islands_of_Indonesia.

Kembali ke pulau Tambelan.  Adalah bu dokter gigi Irayani Queencyputri yang saya kenal di milis id-gmail atau kampung gajah; milis super heboh dan aneh yang membahas dari masalah IT, film, makanan, curhat, segala hal deh (jangan daftar di milis itu kalau belum siap mengalami  temporary madness syndrome), yang mengenalkan kepada kami dimana itu Pulau Tambelan. Bu dokter yang berdedikasi tinggi itu selain seorang blogger, penulis, pencinta makanan, dan juga jalan-jalan (banyak deh!) selalu mengupdate kami tentang cerita-ceritanya berpraktek sebagai dokter gigi di pulau terpencil tersebut, dari ayam-ayam tetangga, kemalingan (dan malingnya kemudian datang untung periksa gigi), foto-foto pulau Tambelan, penduduk pulau yang ramah, bahkan kami bisa memesan kerupuk Tambelan yang perjalanannya tentu jauh sekali dari pulau tersebut menuju Jakarta dan Bandung.

Pulau Tambelan adalah pulau di Penduduk pulau Tambelan kebanyakan mencari nafkah dengan menjadi nelayan. Ikan-ikan yang didapatkan dibuat menjadi kerupuk ikan yang super lezat, atau bernasib menjadi ikan asin yang juga enak. Tentu saja, karena ikan segar tersebut diolah tanpa pengawet yang aneh-aneh. Pulau Tambelan sendiri dapat ditempuh dari Tanjung Pinang (and where Tanjung Pinang is? hayoh!) dengan kapal selama 24 jam perjalanan dengan kapal yang bertolak hanya 2 kali dalam sebulan.  Fasilitas kesehatan hanya ada Puskesmas, menjadi andalan penduduk untuk segala hal yang berkaitan dengan layanan kesehatan. Perjalanan ke Pulau Tambelan hanya dapat dilakukan melalui laut, dengan kapal perintis. Faktanya pulau Tambelan sendiri lebih dekat ke Pulau Kalimantan daripada Tanjung Pinang.  Oh ya pulau Tambelan tercover oleh sinyal Telkomsel, hehehehe.

Pemesanan kerupuk kepada ibu dokter Rara menjadi topik yang hangat di milis kami. Ada dua jenis kerupuk. Kerupuk ikan matang dan kerupuk ikan mentah. Harganya? rahasia ah. Hihihihi. Yang jelas saya tergila-gila pada kerupuk tersebut. Karena saya mengenali rasa ikan aslinya. Yang biasa didapat di tempat saya kebanyakan sudah dicampur essence berbau ikan menyengat, mungkin malah tidak mengandung ikan sama sekali, bahkan sisiknya pun tidak. Saya pun mendapat paket ekstra dari Rara, yaitu ikan asin Tambelan! saya berpikir kalau ikan tersebut tidak bernasib menjadi ikan asin, mungkin ikan tersebut bagus sekali dipelihara di aquarium. Warna sisiknya hijau kebiruan. Bentuknya sih mirip ikan tawes. Tapi saya tidak tahu nama ikan asin tersebut.

Jadi, menyenangkan rasanya berteman di dunia maya ini. Kesimpulan sederhana saya, selain memiliki banyak teman-teman yang hangat, lucu, pintar dan menyenangkan juga  menjadi tahu tentang pulau yang kita tidak tahu, dan mendapat kerupuk dan ikan asin yang rasanya ajaib sekali bisa sampai ke Bandung dengan perjalanan panjangnya itu. Kesimpulan yang aneh ya hihihi.

Read Full Post »

Lady Bikers; Aye!

Kemarin sore sepulang jam kantor sewaktu hujan gerimis sedang (gerimis memiliki berbagai ukuran; halus, sedang, dan besar; pengkategorian berdasarkan ukuran tetes dan suara yang dihasilkan), saya sedang di penghujung jalan asia afrika, menuju lampu merah di depan sana. DAN TIBA-TIBA, siuuut siuutt nguuuung brem breeeeem!!!!, seorang perempuan (keliatan dari rambut dan bentuk badannya) mengendarai motor, berhelm pink full face (merknya Ink), bercelana jeans model pinsil yang dari produk metetet collection itu, T-shirt ketat yang memperlihatkan area kulit telanjang di bagian di punggung bawah. Dia mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, berzigzag dan berikutnya, GEDUBRAK!  dia mengerem tiba-tiba dan jatuh lintang pukang tepat di depan moncong mobil saya.

Terkaget-kaget saya membuka kaca mobil, dan melongo melihatnya. Tapi kelihatannya dia baik-baik saja.  Bapak-bapak yang mengendarai motor dan berhenti di sebelah saya berkata “Eta budak tatadi tos kekebutan ti Simpang Lima keneh Neng, tah nya becek-becek kieu atuh teu make kira-kira, matak paur nu ningalina bisi cilaka!” yang artinya: Tuh anak sudah main kebut-kebutan dari Simpang Lima, kondisi jalan becek gini gak pake kira-kira, bikin cemas yang melihat saja takut dia celaka. Pengendara-pengendara motor lain terdengar bergumam pula memberi komentar.

Remaja perempuan itu bangun, terlihat sedikit pusing, dibantu orang-orang, dia menuntun motornya ke pinggir jalan, duduk bengong dan minum teh botol. T-shirtnya belepotan tanah. 

Tidak satu dua kali saya melihat pengendara motor perempuan di Bandung yang tampaknya tidak berhati-hati dalam berkendara.  Bukan saya bermaksud gender. Sudah jelas kalau anak laki-laki kebut-kebutan dan celaka juga banyak.  Tapi ya tampaknya mereka memang selain  tidak berbakat jadi Valentina Rossi, tampaknya banyak mengabaikan faktor keamanan pula.  Waktu  istirahat siang  di Jalan Sunda di hari yang sama saya melihat tiga perempuan tanpa helm berboncengan motor, apakah berlatih sirkus saya tidak tahu. Cuma dengan cara membawa motornya saja sudah ‘nyanggeyeng’ dengan megang setang motor yang kagok begitu, saya yang melihatnya jadi serem sendiri takut tersenggol mobil-mobil.

Lagipula ada yang salah dalam hal saya perhatikan saat wanita berkendara motor rupanya. Cara duduk di motor tampak tidak nyaman, terlalu maju ke depan tampak agak berbahaya untuk menjaga keseimbangan. Pakaian yang kurang layak untuk berkendara. Yaitu T-shirt yang “nyingsat” alias kurang bahan. Jadi banyak area kulit terbuka terlihat tepat di atas celana.  Selain potensi masuk angin yang tinggi, juga ditakutkan akan membuat pengendara-pengendara pria bermotor maupun bermobil akan kurang konsentrasi dan akan saling seruduk. Lalu beberapa tampaknya senang berkendara motor di tengah badan jalan dengan kecepatan tanggung sehingga bikin bingung mobil di belakangnya.

Oh ya saya juga berkendara motor kadang-kadang,   tapi saya sekarang  mengendarai motor dengan perlengkapan lengkap (jaket, helm, dsb) dan kecepatan standar agar lebih dapat menikmati semilir angin. Pokoknya lebih sayang nyawa daripada gaya lah. Lagian mau gaya ke siapa. Udah celaka mah nyeri we nu aya.  Percayalah, saya juga pernah jatuh dari motor, dan malu digotong orang lebih besar dibanding sakitnya.

Read Full Post »

Nonton Konser Mang Toto di Sabuga

Walaupun tempat saya bekerja menjadi salah satu satu sponsor konser Toto di Bandung, tanggal 14 Maret 2008 kemarin, saya tetap membeli tiket seperti orang normal lain dan ikut mengantri bersama orang-orang normal lainnya pula. Tidak berusaha memperoleh customized solution (alias privilege) untuk masuk di jalur antrian khusus atau menyelinap ke tempat VVIP. Karena saya bermotto jangan kayak orang susah dan menyadari prinsip siapa gue (sepertinya terdengar ada nada sakit hati disini ya? hihihihi). Becanda kok, saya enjoy sekali di konser ini seperti nanti yang akan saya ceritakan di paragraf berikutnya pada posting ini.

Setelah mendapat tempat duduk di sayap kiri atas, kami yaitu Jay (jangan diklik blognya udah lama ga apdet) Abiwara (demikian juga blog yang ini) Wesly (ini paling parah, sama sekali ga apdet), Bunda, Hky, Lola, Starchie (wah saya lupa link blognya) mendapat pemandangan spektakuler yaitu gerhana panggung. Gara-gara terhalang speaker di pinggir panggung yang gelap dan hitam menghalangi para pemusik mancanegara tersebut. Lola sudah misuh-misuh, dan saya yakin kalau dia yang jadi EO-nya yang masang speaker disitu pasti babak belur Lola gebukin. Ya sudahlah, seperti kata nenek saya selalu bilang “kalau kita di*sensor* dan tidak dapat berbuat apa-apa, lebih baik dinikmati saja.

Nah saya ini termasuk orang yang tidak bisa mengasosiasikan sesuatu -tepatnya mengingat dengan baik- wajah orang dengan namanya, judul lagu dengan lagunya, nama jalan dengan belokannya, apalagi nama-nama personel pemain musik dengan grup bandnya. Nyerah deh!. Saya mah mendengarkan saja dengan kagum percakapan Jay dan Abi tentang Bobby Kimball, Steve Lukather, Simon Phillips dan entah siapa lagi. Yang katanya Bobby pernah keluar dan masuk lagi (eh bener ga sih si Bobby?) dan seperti biasa saya menelurkan pertanyaan tidak penting seperti “terus pas keluar dia ngapain?”.

Dan sumpah bukannya saya tidak menikmati lagu-lagu Toto. Kan saya angkatan jadul, gila aja kalau saya ga tau lagu macam Rossana, Pamela, dan segudang nama-nama wanita lainnya. Ya ya beberapa bahkan ada yang saya tidak tahu juga sih. Tapi Abi dan Jay bisa menjelaskan dengan komprehensif judul lagunya dan dari album apa, bahkan dengan sejarah penciptaan lagu tersebut. Luar biasa daya ingat mereka. Tapi apa daya di tengah konser saya ketiduran juga akhirnya.

Berhubung saya punya jam ngantuk jam 10 malam sampai dengan jam 12 malam, dan di waktu-waktu ini saya akan rungsing seperti orok yang pingin digendong dan kangen bantal, maka pas Simon Phillips main-main drum -dan tanpa meleset- tidak seperti Abi yang katanya stiknya sering mecleng atau menggebuk ke belakang, tapi gak kena- di saat itulah saya malah tidur. Payah sekali. Sama payahnya bila nonton mitnait atau main bilyar, saya akan tidur dulu di tengah permainan atau di saat film sedang rame-ramenya.

Read Full Post »

Kegilaan Nomor Sekian

Bila Anda masuk ke sebuah lift gedung perkantoran yang cukup mentereng dan berada satu lift dengan seorang wanita berumur 30-an, cantik (ehm), kulit putih bersinar, keren (uhuk), modis, dengan gaya cuek seeenaknya, tatapan mata agak kosong, dan wajahnya dipenuhi dengan jarum yang ditusukkan disana-sini sampai nyaris seperti manusia berwajah landak, apa yang akan Anda pikirkan? Apakah Anda berpikir perempuan cantik tersebut mengalami pergeseran kejiwaan atau hanya coba-coba berlatih debus?

Kejadian sebenarnya terjadi hari ini pada jam-jam selepas istirahat siang perkantoran. Saya mengendap-ngendap masuk lift barang dari tempat parkir. Dan tentu saja saya saya akui saya rada gila, atau mungkin hanya pergeseran kejiwaan yang tidak dapat langsung masuk kategori kegilaan. Namun saya yakin dari 1 sampai 44 kegilaan menurut Andrea Hirata, memasuki lift di siang bolong dengan wajah penuh jarum mungkin dapat digolongkan pada kasus kegilaan tertentu. (more…)

Read Full Post »

Yogyaaaa….

Bulan lalu saya sempat melarikan diri ke Yogya. Tidak diniatkan benar. Memang sudah lama juga ingin menengok bayi Mata Air dan mencari Batik Rosano di sumbernya. Jadi tujuan saya tadinya cuma kesana ya cuma itu. Rada impulsif sih. Cuma gara-gara dapat ide tiba-tiba dari teman seruangan saya yang habis training di Yogya dan dia bercerita kemalasannya (padahal sih saya tau maksudnya ketakutannya) naik pesawat terbang ke Yogya, sehingga dia menggunakan kereta api. Pergi Jum’at malam dari Bandung sampai sana menjelang subuh, kembali ke Bandung menjelang tengah malam hari Minggu sehingga Senin sudah bisa masuk kantor lagi.

Tapi pergi ke Yogya di musim liburan, dan peak time pula, karena akhir tahun menjelang Natal, bisa dibilang nekat. Kalau engga dapat hotel gimana. Namun siapa takut lah, dengan semangat menjangkau pelosok, ya nebeng-nebeng tidur di Ghrapari kan bisa aja kalau kepepet. Beli tiket KA pun sudah tidak kebagian yang ke Yogya, jadi saya beli tiket yang ke Surabaya. Untuk booking hotel nelepon sana-sini tentu saja fully booked, kalau pun ada di hotel bintang lima suite room pula.. oh tidak, terima kasih. (more…)

Read Full Post »

Older Posts »

%d bloggers like this: