Adegan ini berlangsung di sebuah restaurant Jepang yang sepi. Lampu temaram dengan model lampu teplok di dinding. Sekat-sekat dari kertas dan berbingkai kayu dan bambu menjadi batas-batas antar meja dengan metode duduk lesehan. Bantal-bantal empuk menyangga punggungku. Warnanya merah dan hitam. Di mejaku ada origami kecil berupa burung-burungan dari kertas warna-warni. Kecil sekali sampai aku bingung cara melipatnya agar bisa rapi dan presisi.
Suasana terbilang sepi. Ada beberapa pasangan dan keluarga yang juga makan disini. Tapi mereka berbicara pelan. Hanya terdengar sesekali denting suara sumpit beradu dengan mangkuk-mangkuk, kucuran ocha mengisi gelas tebal dari keramik, setiap kosong pelayan selalu siap mengisi kembali dari teko berbentuk lucu dengan pegangan dari bambu.
Aku duduk menghadapi temanku di seberang meja. Dia minta waktu untuk berkeluh kesah padaku. Aku menyetujuinya tanpa banyak tanya. Pesanan kami sudah datang. Aku memesan ramen dan kusesali. Mangkoknya besar sekali nyaris ukuran baskom. Seekor ikan mas kecil bisa berenang di dalamnya. Melihatnya saja aku mendadak kenyang. Temanku memesan sushi yang belum juga disentuhnya. Ia tampak lelah. Matanya kuyu kurang tidur, dan aku yakin dia juga malas makan akhir-akhir ini walau aku masih yakin dia tidak malas mandi. Tercium samar parfumnya yang lembut.
Dia menyibak rambutnya yang sebahu, mengambil karet dari tasnya dan menguncirnya,
“Aku lelah, Sestina..” katanya pelan.
“Ya aku mengerti..hubungan seperti yang kau punya pastilah butuh endurance..” aku tidak tersenyum, aku disini untuk mendengarkan, bukan memarahi atau menertawakan. Kuaduk ramenku dan kuambil sepotong jamur dengan sumpit.
Nara memiliki hubungan yang sudah berlangsung cukup lama, hampir tiga tahun. Dengan seorang pria beristri. Aku cukup mengenal si pria walau terbilang tidak terlalu akrab.
“Aku tidak tahu lagi harus bagaimana.. sepertinya memang sudah waktunya aku menyerah..” Nara menarik napas panjang, matanya terlihat memberat dengan lapisan seperti kaca, dia mengerjapkan matanya. Mungkin menahan agar tidak menjadi titik air yang jatuh.
“Hubungan ini adalah hubungan yang sia-sia.”
“Aku bukan orang jahat, Rick bukan orang jahat, kami hanya saling mencintai di waktu yang salah…aku mengerti sekali bila Rick tidak mau menyakiti hati istrinya, meninggalkan anak-anak, membuat orangtuanya kecewa..” Nara menarik napas panjang.
“Lagipula sepertinya pun dia tidak ada niat untuk berpisah dengan keluarganya. Hatinya terbelah, dia ingin denganku tapi tak bisa menikah denganku… dan hal ini membuatku sakit..”
“Cukup sudah malam-malam berlalu aku memikirkannya, sedang di rumah pulang ke istrinya..sementara aku berkirim pesan sembunyi-sembunyi, menunggu balasan, menunggu telepon kalau dia sempat.., itu menyiksa”
“Belum lagi pikiran-pikiran seperti apa malam dia lewatkan, bercinta dengan istrinya, bermain dengan anak-anaknya, sementara aku …? Siapa aku? Hanya perempuan sial yang mengharapkan sesuatu yang mustahil terjadi”.
Ramenku sudah habis, tapi kuahnya tertinggal banyak, dan aku kemudian memesan matcha ice cream. Sambil meneguk ocha yang terasa pahit di lidah namun segera mengusir rasa asin dan lemak yang terasa di mulut, aku memegang tangan Nara. Pelayan datang pelan membawa es krim pesananku. Nara baru menelan sushinya sepotong. Dia nyaris tersedak karena wasabi yang dioleskannya rupanya kebanyakan.
“Sudahlah,..aku tahu kamu sedih..tapi ini akan lewat. Kamu juga kan bukan perempuan gila yang jadi error bila berhubungan dengan pria. Tidak ada dalam kamus kamu untuk stalking, meneror, ataupun coba-coba menghubungi perempuan itu…, biar saja toh Rick yang rugi engga dapetin kamu”, Aku nyengir sumir. Aku yakin dengan pasti Nara memang lebih keren dari istri Rick, yang memang bisa dikatakan….ah sudahlah.. tidak baik membicarakan saingan.
Sebagai gambaran Nara adalah perempuan mandiri, cantik, pintar, penuh percaya diri. Dia pandai bergaul dan memiliki karir serta bisnis pribadi. Dia juga mampu memainkan berbagai alat musik, dan menguasai beberapa bahasa asing. Banyak pria yang naksir padanya, cuma memang cinta bertemu kadang datang dari arah yang salah, dari Rick yang sudah beristri dan beranak dua.
“kalau kamu sudah memutuskan untuk melupakan, aku yakin kamu pasti bisa..” aku mencoba menghiburnya.
“suatu hari nanti kamu akan mendapatkan lagi lelaki ganteng dengan selera humor yang baik dan kamu akan punya anak-anak lucu yang bau susu”, aku berbicara agak cadel karena lidahku agak kelu karena es krim matcha ini beku sekali.
“dan kamu akan mentraktir aku lagi disini, dan kita akan tertawa mentertawakan kebodohan kita..”
“Sulit ya Sestina..”, katanya.
“Aku menangis berhari-hari, rasanya dadaku sakit sekali. Literally”, katanya.
“Pasti..tapi itu akan berlalu..” Aku tahu, aku tahu itu. Aku tidak membohongi Nara, karena akupun pernah mengalami hal yang sama.


Ehm….enak jg…
Apanya mas yang enak