**Lagi sebel sama si Ratu Drama
Kalau saya mendengar kata Drama Queen yang terbayang oleh saya bukan sosok femme fatale, baca: fam fatal, sosok wanita misterius dan ‘seductive’, tapi malah membayangkan Red Queen di film Alice in Wonderland dengan sutradara Tim Burton. Yang kepalanya besar seperti lampu bohlam dan melembung seperti umbi talas. Kejam dan jahat.osok wanita misterius dan ‘seductive’, tapi malah membayangkan Red Queen di film Alice in Wonderland dengan sutradara Tim Burton. Yang kepalanya besar seperti lampu bohlam dan melembung seperti umbi talas. Kejam dan jahat.
Padahal bukan gitu sebenarnya gambaran dari Drama Queen. Drama Queen adalah seseorang yang mengeluarkan emosinya dengan berlebihan dan dengan cara yang dramatis. Kadang tidak proporsional dengan keadaan sebenarnya. Eh saya juga sepertinya kadang begitu sih. Sekali waktu mungkin saya pernah mencoba menjadi Drama Queen. Saat seseorang menyakiti saya, saya akan menjadi sangat sensitif. Lalu mencoba menjadikan diri saya sebagai korban yang lucu tak berdosa. Innocent victim gitu deh. Mencari-cari alasan pembenaran diri saya. Lalu mulai menyalah-nyalahkan orang lain. Memperlihatkan betapa saya ini telah tersakiti, diperlukan tidak adil dan dirugikan oleh sistem.
Apa tuh istilah yang happening saat rame-rame kasus bank Century? oh ya, dampak sistemik. Entah siapa ya yang jadi Drama Queen disana.
Saya, atau orang lain yang bersikap demikian, mungkin berbuat seperti itu terutama untuk mencari perhatian. Dan yang terutama memperoleh simpati. Banyak orang yang mendramatisir sesuatu untuk memperoleh simpati ini. Dengan menempatkan diri sebagai korban yang walau tidak imut dan lucu, setidaknya pembelaan dan juga perhatian, dari orang-orang sekitar tentu akan berdatangan. Politikus senang memainkan peran sebagai Drama Queen ataupun Drama King. Bila menjadi pihak yang terlihat terzolimi, maka akan mudah mendapat simpati dan dukungan. Akibatnya menangguk suara akan mudah pada saat pemilu. Terbukti saat PDI-P menjadi pihak yang terlihat diperlakukan tidak adil. Terbukti, menang kan saat Pemilu?.
Moga-moga Bapak Presiden kita tidak termasuk ke dalam Drama King, walau senang bernyanyi dan mirip dengan bapaknya Nobita (lho apa hubungannya?).
Beberapa teman saya temukan pernah menjadi korban sang aktris Drama Queen. Ratu jejaden ini senang sekali mengeksploitasi pasangannya. Pernah teman saya kalang kabut meninggalkan pekerjaan, karena pacarnya si ratudangdut drama meradang dan mengancam akan bunuh diri gantung diri di pohon toge. Pas disamperin dengan bela-belain naek kereta pake acara berdiri pula, tau-tau pas datang si ratu drama sandiwara radio itu lagi enak-enakan nyalon. Nah lho. Herannya pas saya bilang si cewek itu adalah tukang pencari perhatian kelas gerimis bubar, cowoknya masih saja membelanya. Sampai akhirnya kepentok sendiri beberapa kali. Baru deh akhirnya sadar juga. Namun harga yang dibayar sudah terlalu mahal untuk mengikuti keinginan ratu opera sabun ini. Menurut saya lho ya.
Karena mungkin saja banyak contoh baik dari politikus maupun non tikus, menjadi Drama Queen itu ternyata asyik dan menguntungkan, maka praktik menjadi Drama Queen ini acap kali sering kita temukan di sekitar kita. Di media online maupun media kopdar. Drama Queen sering melebih-lebihkan sesuatu, membuat suatu cerita menjadi dramatis daripada kebenaran yang terjadi sebenarnya.
Seorang Drama Queen juga bisa digambarkan sebagai seorang diva, seorang perfeksionis neurotik dan egois yang rentan terhadap tuntutan mendadak dan ledakan. Dia mungkin iri atau dengki orang lain, yang karena memiliki pikiran soal kegagalan pribadi yang menyakitkan, akan memicu ledakan emosi atau pikiran irasional untuk membalas dendam. Di dunianya, orang bisa baik dengan dirinya atau melawan dia, tidak ada tahapan di antaranya.
Ngaca ah, pantes ga saya jadi Drama Queen. Malu juga kalau iya.


hahahaha suka banget sama tulisanya…