Saya engga akan nulis soal Corona. Sudah banyak yang nulis. Saya tidak akan nulis soal kesedihan, keprihatinan, atau koar-koar nyalahin pemerintah atau siapapun, karena saya merasa itu tidak akan mengubah situasi. Cukup lah menurut untuk tinggal di rumah, tidak pergi kemana-mana, tidak belanja makanan atau hand sanitizer seperti orang kalap, secukupnya saja makanan biasa untuk seminggu atau dua minggu, dan menyumbang semampu kita untuk tenaga medis kita (untuk ini saya sungguh berdoa dan bersimpati semoga mereka diberi keselamatan, kesehatan, dan untuk jasa mereka sungguh Tuhan yang dapat membalasnya).
Ini hari ke-9 kami mengisolasi diri di rumah sejak Corona merebak di Indonesia. Bagaimana kami sekeluarga? Baik-baik saja, puji syukur kepada Allah pemilik alam semesta ini. Apakah kita bete tinggal di rumah? Tidak sama sekali. Kami semua adalah penganut aliran home sweet home. Tidak ada tempat yang lebih nyaman selain di rumah, asal tidak mati listrik, air, ada internet, dan ada makanan. Cukup sedih bila mengingat mungkin tidak semua orang beruntung seperti kami. Ada yang masih harus keluar rumah untuk tetap memenuhi kebutuhan hidupnya. Ya ampun, mau nulis yang happy balik lagi ke kesedihan dan keprihatinan. Duh, bagaimana ya. Sulit memang rasanya tidak memikirkan kondisi orang-orang lain saat ini.
Anak saya yang laki-laki mengisi hari-hari dengan belajar, mengerjakan tugas, main gitar, main game, olahraga ringan macam push up dan skipping, chatting dengan temannya di Cina dan US. Yang di Cina bercerita kalau mereka obey the government, so mereka rupanya berhasil melalui wabah ini dengan selamat. Yang di US cerita kalau sudah menimbun makanan seharga $5000 dan katanya cukup untuk dua bulan, bahkan berbaik hati mengirim uang ke anak saya via paypal, kasihan takut ga bisa bayar rent atau buy some food katanya. Terharu juga atas solidaritas antar negara walau engga kenal sama sekali ini. Cuma kenal di chat games dan order gambar saja, tapi sangat peduli.
Anak saya yang kedua, mengerjakan tugas kuliah, main piano, nyetel musik, masak, tidur, bikin lagu, begitu saja bolak-balik. Dan yang bungsu, nah ini yang rada tidak jelas bentuk rupanya. Kadang dia melukis, menggambar, bikin tugas video dari sekolah, atau main biola. Perlu diketahui anak saya yang bungsu ini sejak bayi hobinya tidur. Sampai SMA pun masih hobi tidur. Tidur tidak masuk kategori hobi sebenernya, tapi anak saya ini mengkategorikannya sebagai hobi. Tidur buat dia adalah setengah dari 24 jam dalam sehari.
Saya sendiri? Saya hanya berharap setelah diam di rumah aja ini berakhir, berat badan saya tidak bertambah, dan bangsa Indonesia dan juga orang-orang baik di bumi ini selamat sampai wabah ini berakhir.
Saya pribadi berpendapat mungkin kita sudah terlalu jahat pada bumi yang kita tempati ini, bukan corona virusnya, tapi kita adalah virus bagi bumi kita, kita sudah menyakiti bumi kita sedemikian rupa sehingga bumi mempertahankan diri dengan Covid ini. Maafkan kami ini.
Saya juga merasa bersalah sama bumi, Mbak. 😦 Kayaknya ini waktunya buat manusia untuk melepas kacamata kuda dan melihat sekitarnya.
Betul mas, mungkin bumi kita sudah lelah kita sakiti dan kita rusak, ini mekanismenya mempertahankan diri agar kita tidak merusak alam dan jahat pada sesama penghuni bumi. Mari kita berdoa demi keselamatan umat manusia dan bumi kita.