Tempatku tinggal jauh dari kota. Di sekitar komplek kami tidak ada tempat hiburan, toko, apalagi yang namanya supermarket. Yang terdekat berada di jalan raya di luar kompleks perumahan adalah warung yang berjualan minyak tanah dalam drum dan aneka keperluan rumah tangga sederhana.
Jajanan saat itu yang bisa dibeli untuk anak-anak adalah coklat dengan bungkus warna merah putih dengan seekor ayam jago tercetak di kertas luarnya. Permen dalam dus kecil denga gambar bunga-bunga di luarnya yang merknya sama dengan nama sebuah klub sepak bola Inggris, dan minuman rasa jeruk atau mangga dalam kemasan UHT. Tidak ada yang lain. Itu sudah mewah sekali.
Mie instan saja baru muncul dua merk. Pernah saat aku berumur 3 atau 4 tahun aku diberi mie instan kuah oleh ibuku. Aku sangat suka rasanya sehingga minta tambah. Total aku makan 1 1/2 porsi. Setelahnya aku sakit perut dan kembung. Berjam-jam aku menangis sementara ayahku menggendongku keluar rumah dan aku menghirup udara segar diluar sambil terua digendong ayah. Ibuku bilang itu “weureu” dalam bahasa Sunda. Artinya keracunan makanan karena kekenyangan. Setelah itu aku kapok makan mie instan. Lama sekali sesudahnya baru mau mencicipinya lagi.
Di jalan raya besar depan komplek yang merupakan jalan utama dan konon dibangun oleh Daendels sebagai jalan yang terbentang dari Anyer sampai dengan Panarukan, rumah-rumah gubuk atau terbuat dari bilik bambu berjejer. Ada satu dua dari tembok. Tapi kebanyakan adalah rumah dari bilik. Mayoritas adalah petani buruh dan tukang becak.
Ada kantor polisi kecil, kantor pos kecil, puskesmas, dan sekolah dasar. Berderet diselingi rumah-rumah tadi sampai ke terminal. Restaurant satu-satunya yang terdekat adalah sebuah restaurant dengan nama Restoran Indonesia. Menunya aku tidak tahu apa saja. Ibuku bila kesitu selau memesan satu menu saja. Yaitu Lontong Cap Go Meh.
Tidak lama seberang jalan Restoran Indonesia sebuah restoran bakmie dibuka. Ternyata milik adik dari pemilik Restoran Indonesia. Ayah Ibu kerap makan disana jika akhir minggu. Dan aku tidak pernah bisa menghabiskan mie di mangkuk untukku walau itu adalah setengah porsi saja. Menurutku banyak sekali soalnya. Minuma yang selalu dipesan adalah es susu soda.
Terminal sekaligus pasar di tempat ini sepertinya pusat kegiatan paling ramai di desa Sukamandi Jaya. Di bagian depan adalah tempat nongkrong para preman dan entahlah orang-orang bagaimana, sebuah bangunan di bagian depan berdindinh terbuka dan diisi pedagang-pedagang poster dan barang-barang rongsokan atau onderdil bekas. Tukang becak banyak nongkrong di depan pasar yang kerap sekali becek dengan lumpur hitam saat musim hujan dan baunya bukan main.
Ada typo tuh bu…nice post…
Hahaha iya belum dikoreksi. Ini posying ngetiknya di hape