Sepanjang perjalanan ke kantor kemarin radio di mobil yang tersetting di stasiun yang sering memutar lagu-lagu kesukaan; pagi ini mengobrol tentang cinta. Tepatnya mendefinisikan cinta pertama. Apa itu cinta pertama, menurutmu seperti apa?
Banyak bahasan banyak telepon masuk, semua orang punya definisi sendiri tentang cinta pertamanya. Aku rasa aku pun begitu. Lelaki yang disukai awal-awal masa pubertasku bukan cinta pertamaku. Mereka hanya para lawan jenis lucu yang menarik minat untuk datang ke sekolah lebih pagi, kegeeran kalau disapa, dan alasan untuk melewati tempat mereka nongkrong dengan memutar jalan menuju kantin.
Sekarang setelah sekian tahun nama-nama mereka hanya jadi daftar saja untuk tertawa belaka mengingat kebodohan dan peristiwa lucu yang terjadi kebanyakan karena kebodohan tadi. Satu atau dua atau mungkin tiga orang yang pernah disukai semasa remaja bukan seseorang yang mampu membuat menangis belasan tahun, bukan orang yang mampu meninggalkan luka atau membuat senyum saat mengingatnya dan bukan sebuah nama yang sering diucap dalam doa untuk dipanjatkan agar Tuhan selalu menjaganya dan membuatnya bahagia.
Dia yang kukenal di usia jelang dua puluh tiga, yang menciumku pertama kali di tengah hujan gerimis yang bahkan bukan ciuman pertamaku dengan lelaki, yang pernah menggenggam tanganku semalaman saat kami tidur di kursi karena tidak ada kamar kosong lagi di penginapan itu.
Dia yang meninggalkan sebuah lubang di dada dengan bentuk tidak jelas dan beraturan, seperti bekas di lahan akibat sebuah pohon besar tercerabut dari tanah tempatnya berdiri kokoh sekian lama namun dipaksa untuk lepas dan tumbang.
Dia yang membuatku membawa luka kemana-mana, juga kadang tangis dan tawa saat sendiri sehingga kupikir mungkin aku sudah gila. Mungkin kini aku mengerti kenapa ada cerita Laila Majnun dengan kegilaanku sendiri.
Cinta? Mungkinkah. Aku akan lihat sampai berapa lama lagi dia bertahan…apakah sampai waktuku habis ataukah besok pagi saja. Saat aku terbangun dengan kicau burung dan melihat seserpih awan lewat. Mungkin ada angin pembebasan yang singgah dan berbaik hati membawa kepingan hati yang hilang di dada dan membuatnya utuh lagi dengan mantra bernama lupa.
Koq aku jadi nangis yah baca ini..? Ternyata punya luka yang sama 😦