Lama. Lama sudah sepertinya dia tidak mengontak aku. Aku pun tidak ambil pusing. Ada saat dimana aku tidak tahu apa yang harus dikatakan lagi. Dan ada sisi di diriku ingin pergi. Pergi dari kenanganku tentang dia. Pergi dari segala kegilaan hasrat ingin bersamanya. Live must go on. I have to move on.
Suatu sore sepulang kantor dimana aku pulang cepat. Matahari masih bersinar dan tampak keemasan di jalan tol yang kulewati. Senja tampak indah bersemburat kuning oranye dan merah. Cuaca cerah. Aku senang dan riang. Rasanya aku bisa mencium bau rerumputan yang terjemur sesiangan di sore hari ini dari balik kaca mobilku. Aku mengemudi sendirian. Di pintu tol teleponku berdering.
Dia lagi.
“Aku di Bandung” katanya. Jantungku serasa sesaat berhenti. Aku tahu tanpa bertanya bahwa dia sedang ada meeting di kota ini.
“Terus kenapa?” Kataku ketus.
“Tak inginkah kamu ketemu aku?”
Tidak. Jawabku.
“Sekedar makan malam saja?” Tanyanya mendesak.
“Masa untuk menemaniku makan saja kamu tidak mau?” Kejarnya dalam tanya.
Aku menyerah. Kuputar mobilku dan aku menelepon. Kukatakan aku ada perlu malam ini mengantar teman membeli sesuatu.
Aku jemput dia di hotel di kawasan bilangan atas Ciumbuleuit. Karena ada atasan-atasanku disana dia bilang akan menungguku di tempat parkir saja. Dia mengendap datang. Langsung ke tempat kemudi. Kevin jarang membiarkanku menyetir. Dan aku juga lebih suka dia menyetir. Anehnya bila bersama dia aku selalu lupa jalan. Di kotaku sendiri aku bisa jadi nyasar. Dan ironisnya Kevin lebih tahu jalan dibanding aku sendiri. Padahal ini kotaku.
Mau makan dimana tanyaku. Dan sudah pasti karena jawabannya juga terserah aku ajak dia ke restoran kecil tersembunyi dengan sofa rendah dimana kami bisa menyelonjorkan kaki dan steaknya enak sekali.
Gigi Kevin patah di depan sehingga ia memakai gigi palsu. Operasi penanaman gigi belum lagi sempat dilakukan. Dan dia tidak suka makan dengan menggunakan gigi palsu. Sehingga saat kami makan dia melepasnya.
Kau akan tahu bahwa kau mencintai seseorang apa adanya jika kau melihat kekasihmu tanpa gigi pas di deretan depan sehingga terlihat aneh tapi kau tetap melihatnya dengan sayang tanpa sedikitpun ingin tertawa melihat kondisi itu.
Itulah aku.
Kami berdua duduk di balkon sehingga dapat melihat jalanan gelap di depan dengan pohon-pohon besar. Orang-orang di restaurant ini berbicara pelan. Hanya terdengar denting piring dan garpu sesekali saja. Lampu-lampunya redup. Lantai dari papan kayu dan temboknya bata merah. Setelah selesai makan Aku menikmati air buah segar. Aku menyandarkan diri dengan nyaman. Kevin merangkul pundakku.
Tanpa kata dia mencium bibirku. Sekali dua kali. Beberapa kali. Dia terus mencuri ciuman dariku. Rupanya dia tidak peduli dengan orang lain melihat kami atau tidak. Aku malu. Aku bilang padanya. Darahku berdesir.
Kami tidak membicarakan masa lalu. Atau masa depan. Karena keduanya tidak berguna dibicarakan. Kami bukan pasangan yang memiliki rencana berdua. Saat ini hanya milik saat ini saja. Kami tidak membicarakan keluarga. Kami hanya bicara bahwa kami sudah bertambah tua sejak pertama kali kita bertemu. Namun ciuman ini masih terasa seperti saat pertama. Saat pertama dia menciumku di depan stasiun kereta api. Di tengah hujan saat akan pulang.
Lalu kami beranjak pulang. Karena waktu bukan milik kami lagi. Kami hanya meminjamnya sesaat. Sambil terus berangkulan kami berdua turun. Bagaikan dua kekasih dimabuk asmara.
Di pelataran parkir ini dibawah siraman cahaya lampu-lampu jalan, dia menciumku lagi. Lama dan dalan. Ciuman kekasih. Terasa bibirku membiru dibawah tekanan bibirnya. Bekas rasanya masih tertinggal lama. Bahkan setelah dia kembali pulang.
Fiksi bkn nih?
Hahaha terlihatnya seperti fiksi atau bukan?
Sayang kl fiksi….wkwkwk…
Btw kl ini fiksi rasanya oke….ngalir…
Okede…klo ngalir ntar dilanjutkan
Btw..blognya mas venus kok ilang