Di penghujung kemarau yang lama berlalu di tahun ini, saya dan beberapa teman di minggu lalu menyempatkan diri meluangkan sejenak waktu di utara Bandung, yang sebenarnya sudah masuk daerah Cimahi. Dalam rangka meeting cantik yang diadakan departemen Legal. Dusun Bambu, sudah beberapa kali disebutkan banyak orang tempatnya menarik dan nyaman. Tapi saya walaupun tinggal di Bandung, belum berkesempatan untuk mencoba mendatangi tempat tersebut. Sudah biasa apabila orang-orang dari luar kota Bandung lebih dulu tahu tempat-tempat wisata atau kuliner yang baru dibuka di Bandung. Jangankan tempat wisata, warung nas i Barokah di Gedebage yang sambalnya pedas membara itupun saya tahu dari teman yang tinggal di Makassar. Semooga ini tidak menjadikan saya warga yang masuk kategori kurang pengetahuan oleh Kang Ridwan Kamil.
Untunglah kami ke Dusun Bambu ini di hari kerja. Bukan di wiken. Tak terbayang deh macetnya pergi kesana lewat jalan Setiabudi di hari Sabtu dan Minggu. Sebetulnya malah kalau dari rumah saya bisa lewat jalan alternatif dari Cimahi, jalan Sangkuriang. Bisa nyampe dengan manis damai dan tenteram tanpa melalui Rumah Mode, yang sekarang jadi biang kemacetan menuju Bandung Utara (loh kok salah gue, kata Rumah Mode).
Perjalanan dari Bandung sampai dengan tkp membutuhkan waktu hampir dua jam ternyata. Jangan shock dulu, ini karena saya mampir ke kantor suami dulu di Jalan Cilaki. Kalau startnya dari Terminal Ledeng, Insya Allah akan lebih cepat. Jalanan melalui Sersan Bajuri dan Kolonel Masturi ini menanjak berliku-liku, sempit, dan berdebu. Menyebalkan sih. Apalagi di beberapa tempat jalannya sekarang bolong-bolong. Rumah-rumah di daerah Cihideung ini pun rasanya terlalu dekat dibangun dengan jalan. Itu dulunya bagaimana sih bikin jalan. atau perijinan bangun rumahnya. Kalau tempat sudah berkembang pesat kayak gini, nyuruh mundur rumah kan engga gampang. Emangnya baris-berbaris, bisa disuruh langsung balik kanan grak.
Saya masih ingat jaman saya masih lucu dan unyu, sekitar 20 tahun yang lalu, sekarang pun masih lucu dan unyu, tapi perlu sudut pandang yang berlainan untuk menyadari itu. Nah di jaman unyu itu yang namanya Cihideung atau Parongpong ini sungguh indah luar biasa walau tanpa restoran nasi liwet dan villa di kiri kanan jalannya. Kadang disana kabut turun dengan tebal, belum lagi bunga-bunga dimana-mana dan lembah yang menghijau. Sekarang? Wassalam. Udah jadi perumahan, restoran, villa, dan tempat rekreasi. Mata airnya? Konon sudah diborong perusahaan raksasa air minum yang mengemas air bening dalam kemasan, dan membuat ibu-ibu jarang merebus air dan menyimpannya dalam botol bekas orson.
Eh saya kan mau cerita Dusun Bambu ya? Kenapa jadi ngomel-ngomel.
Leave a Reply