Hear in brief, O son of Pandu!
I regard the mighty car-warrior Karna as thy equal, or perhaps, thy superior!
In energy he is equal to Agni. As regards speed, he is equal to the impetuosity of the wind. In wrath, he resembles the Destroyer himself. Endued with might, he resembles a lion in the formation of his body. He is eight ratnis in stature. His arms are large. His chest is broad. He is invincible. He is sensitive.
He is a hero.
He is, again, the foremost of heroes.
He is exceedingly handsome. Possessed of every accomplishment of a warrior, he is a dispeller of the fears of friends. No one, not even the gods with Vasava at their head, can slay the son of Radha, save thee, as I think. No one possessed of flesh and blood, not even the gods fighting with great care, not all the warriors (of the three worlds) fighting together can vanquish that car-warrior.
Itulah yang dikatakan Khrishna kepada Arjuna, peringatannya menunjukkan betapa hebatnya Karna, seorang athimaharathi -superhero, yang setara kekuatannya dengan Bhisma, Drona, dan Arjuna. Karna yang mendapatkan gondhiva Vijaya dan kesaktian Bragavastra dari resi Parashurama, juga memiliki khavac dan kundal yang dibawa sejak lahir pemberian ayahnya Deva Surya, menjadikanya tak terkalahkan. Hanya karena nasib malang dan kutukan yang dibebankan pada dirinya, yang bawanya pada kematian di tangan Arjuna.
Tragis adalah kata yang menyertainya sejak kelahiran Karna. Tak pernah dibelai sayang ibu kandungnya namun dihanyutkan di sungai demi aib yang ingin ditutupi dari kecerobahan Kunthi merapalkan mantra pemberian dari maharesi Durvâsâ Muni, memanggil Deva Surya kehadapannya sehingga memberinya anak lelaki yang cemerlang baik rupa maupun kesaktiannya.
Karna disebut juga Radheeya karena yang menemukannya terhanyut dalam keranjang di sungai adalah Adirata, seorang kusir kerajaan. Radha, istrinya sangat menyayangi Karna, dimana Karna pun menyayangi ibu yang mengasuhnya sehingga tidak sudi mengganti sebutannya dengan Kuntheeya saat Kunthi memintanya, namun tetap setiadisebut sebagai Radheeya, – anak Radha, sang ibu yang mengasuh dan mendapat penghormatan itu dari Karna sampai akhir hayat.
Semua menganggapnya berpihak pada Kaurava, hutang budi yang mengikatnya pada Duryudhana sang angkara, yang telah membelanya saat dipermalukan karena kastanya. Walau saya lebih percaya bahwa Duryudhana melakukan itu bukan karena kebaikan hatinya, tapi karena melihat peluang ada seorang sekutu yang bisa diandalkannya menyaingi Arjuna yang dibencinya. Namun Karna adalah Karna, yang tercatat dharmanya sebagai orang paling dermawan yang merelakan mematahkan gigi emasnya untuk sedekah kepada resi (sebenarnya Khrisna yang menyamar untuk mengujinya), di saat napasnya sudah satu demi satu dihela menuju kematian karena panah Arjuna di dadanya. Demi janji Karna merelakan zirah emasnya dilepas dengan luka parah dari badannya walau itu tahu adalah malapetaka baginya nanti di padang Kurusethra. Apalagi hutang budi, bagi Karna itulah dharmanya sebagai Kshatriya.
Namun siapa kira dia adalah pahlawan yang sebenarnya. Dikatakannya kepada Khrisna, biarlah dirinya mati di tangan Arjuna. Agar jalan Pandava mengalahkan Kaurava terbuka lebar adanya. Dia tidak tertarik penghormatan dari kelima Pandava, kerajaan yang pasti diserahkan oleh Yudhistira kepadanya, karena Yudhistira adalah orang paling berbudi di muka bumi, sangat tahu aturan dan kebajikan demi bila mengetahui Karna adalah kakak tertua. Dia katakan kepada Khrisna, pun bila Yudhistira menyerahkan kerajaan kepadanya, Karna akan menyerahkan pada Duryudhana, dan dengan demikian angkara murka tidak akan musnah. Dia tahu kejahatan Kaurava, karena selama itu bersama pihak Kaurava dia paling mengetahui tipu daya mereka.
Siapa kira.
Pahlawan yang tak bisa muncul di depan. Pahlawan yang tidak mengharapkan pujian, pujian selalu menjadi milik Arjuna. Pahlawan yang tidak mengharapkan kerajaan, bertempur sebagai khsatriya dan mati sebagai khsatriya cukup sudah baginya.
Karna gugur tanpa penyesalan. Saat terakhir bahkan ditawarkan oleh Khrisna apa keinginan Karna, akan dikabulkan. Karna katakan dia sudah cukup berbahagia dapat melihat Khrisna dalam rupa sebenarnya sebagai Dewa Vishnu dan diperabukan oleh tangan Khrisna sendiri.
Dan Pandava? Kemenangan. Kerajaan. Tapi juga penyesalan.
Terutama karena kematian kakak tertua di tangan mereka, Karna sang Surya Putra.
Good post. I learn something totally new and challenging
on websites I stumbleupon everyday. It will always be helpful to read through content
from other writers and practice something from their web sites.