Rasanya suka rada aneh kalau bilang operasi. Kalau pakai istilah operasi kok ya saya suka jadi kepikirnya macam operasi serangan atau misi apa gitu. Kayak di game perang. Padahal kan operasi itu dari terjemahan surgery atau section yah..ah sudahlah lupakan soal terminologi ini.
Ceritanya saya sekitar minggu lalu saya menemukan eh tepatnya menyadari bahwa ada benjolan mencurigakan di payudara kiri saya. Entah sudah berapa lama. Yang jelas rasanya kok tahu-tahu ukurannya sudah besar. Diraba-raba benjolan atau gumpalan aneh itu bisa jadi lebih dari 3 cm. Memang di bulan sebelumnya setiap akan menstruasi rasanya payudara kiri saya kurang nyaman dan agak mengeras. Tapi tadinya saya pikir normal karena memang biasanya sebelum menstruasi payudara memang suka serasa lebih membengkak dari biasa dan terasa kurang nyaman.
Panik? Tentu saja. Takut lebih tepatnya lagi. Lebih lagi karena riwayat di keluarga saya banyak yang memiliki kasus tumor di payudara. Sepupu saya beberapa orang mengalami pernah diangkat tumor dari payudara. Masih kategori jinak. Dan ibu saya sendiri sekitar 12 tahun lalu payudara kanannya telah diangkat seluruhnya, istilahnya radical mastectomy karena indikasi terakhir tumor yang ada disana termasuk ganas.
Hari Sabtu saya menemukan benjolan itu. Hari Senin saya langsung mendaftar untuk konsultasi dengan dokter ahli onkologi. Prof. Dr Pisi Lukitto Sp.B (K) Onk. Ini dokter ibu saya dan saya sejak dulu kala. Saya di sekitar tahun 2005 pernah juga diangkat benjolan di ketiak oleh beliau. Yang ternyata untungnya sejenis jerawat batu.
Prof Pisi sekarang praktek di RS Kebonjati dan di RS Advent. Tapi saya pilih ke RS Kebonjati karena lebih dekat dari rumah. Jam 7 malam dokter sudah datang. Pasien tidak banyak jadi tidak lelah menunggu. Prof Pisi kelahiran tahun 1933. Saya kagum karena beliau tidak tanpak berubah sejak terakhir saya konsultasi. Sudah tua jelas. Tapi terlihat sehat dan energik.
Konsultasi diawali dengan diskusi riwayat keluarga. Kapan mulai dapat mens. Berapa jumlah anak. Apakah disusui secara full. Usia saat ini,usia pertama kali punya anak, dan pertanyaan semacam itu. Yang mencemaskan memang riwayat keluarga karena faktor genetik termasuk hal yang mempengaruhi resiko terkena kanker payudara.
Setelah itu lanjut dengan pemeriksaan fisik. Menurut dokter, setelah memeriksa benjolan tersebut langsung dicurigai bahwa benjolan di payudara kiri saya adalah kista. Yang umumnya berisi air. Hanya saja ukurannya yang sudah lumayan besar dan saya juga tidak ingat sejak kapan benjolan itu tumbuh membuat dokter tampaknya lebih waspada. Apalagi ditambah riwayat keluarga tadi.
Dokter menyarankan diangkat segera. Untuk waktunya kami menyepakati tanggal 3 Pebruari di RS Advent. Dengan pertimbangan selain Prof Pisi memang tim dokter disana juga perusahaan saya juga memiliki kerjasama sehingga bisa menerbitkan guarantee letter. Segera dokter membuatkan surat pengantar dan saya diberikan nomor telpon pribadi beliau untuk menghubungi lagi apabila perlu konfirmasi lanjutan.
Yang membuat saya agak cemas walau dokter menegaskan bahwa kecurigaaan awal benjolan yang saya miliki adalah tumor jinak tapi apabila hasil tes patologi di saat operasi menunjukkan hasil ganas maka alternatif untuk itu adalah dilakukan pengangkatan seluruh jaringan payudara. Alias radical mastectomy. Dimana hal ini langsung membuat perut saya mulas dan khawatir. Saya mengerti dokter berbicara begini dengan maksud menerangkan resiko terburuk yang mungkin dihadapi dan itu adalah hal-hal yang mungkin terjadi dan dokter memang memberikan alasan rasional. Tetap saja saya stress mendengarnya. Kata Prof Pisi adalah wajar kalau saya cemas. Artinya mengerti resiko. Kalau cuek saja artinya kan tidak paham, katanya lagi.
Singkat cerita di hari Minggu tanggal 2 Pebruari di pagi hari jam 9 saya sudah tiba di rumah sakit Advent. Setelah daftar dan memilih kamar (saya memilih di kelas 1 utama) tarifnya Rp 700.000 per malam. Data saya belasan tahun lalu masih ada di database RS Advent ternyata. Namun alamat saya yang sekarang sudah berbeda. Saya lanjut dengan rontgen dan tes darah. Seterusnya saya istirahat saja di kamar. Lebih karena untuk adaptasi dan menyamankan diri. Suami menemani sambil bolak-balik ke rumah untuk mengambil baju dan peralatan yang tertinggal.
Anak-anak saya datang di siang hari menemani sebentar dan sekalian jalan-jalan ke Ciwalk. Sore hari ada dokter internis untuk pengecekan organ-organ vital. Dokternya ganteng dan tinggi besar. Sudah agak beruban. Hehe sempet juga merhatiiin ya. Alhamdulillah jantung, paru-paru dan perut saya tidak bermasalah. Hasil tes darah juga baik. Hanya saja tekanan darah saya 3 hari lalu sempat melonjak ke 150/100 dimana ini hal yang tidak baik sama sekali untuk jelang operasi. Mungkin karena stress. Di hari ini stabil di 130/90.
Malam hari jam 8 saya dikunjungi dokter ahli anestesi. Dokter Deddy. Pak dokter ini periang dan ramah sekali. Setelah ngobrol-ngobrol dokter menyarankan saya tenang dan berdoa agar tekanan darah tidak naik lagi. Setelah menanyakan agama saya lalu dia berdoa bareng saya dengan doa yang kami anut yaitu secara Islam. Laa Haula Wala Quwwata Illa Billah …
Saya tidur namun sebelum subuh terbangun beberapa kali. Mungkin bawah sadar saya tetap cemas. Suami saya sih tidur nyenyak di sofa. Setelah shalat subuh saya mengaji. Ada Al qur’an kecil hadiah sahabat saya Ira. Hurufnya walau kecil enak dibaca. Saya membaca Ar Rahmaan dan Al Waqi’ah karena dua surat itu bacaan hafalan favorit saya dan saya tenang membacanya karena artinya yang indah.
Saya sungguh takut. Tapi pasrah. Sambil menunggu waktu saya berdzikir Asmaul Husna. Saya harap dengan itu tekanan darah saya jadi stabil. Dan memang terbukti. Tekanan darah tetap di angka 130/90 walau sebenarnya kadang terasa juga jantung saya berdebar-debar ketakutan.
Jam 8 pagi saya sudah siap dibawa ke ruang persiapan operasi. Pakaian dibuka dan diselimuti kain tebal hijau. Rasanya hangat. Di ruang operasi saya disiapkan denan alat pengukur tekanan darah yang dipasang di pergelangan kaki. Karena kalau di tangan katanya kalau sampai harus di mastectomy akan mengganggu kelancaran operasi.
Dokter anestesi sudah ada dan dia bercanda dengan tim yang lain. Dokter pakai slayer motif loreng tentara. Keren banget dok. Kata suster. Semua berpakaian hijau dan memakai penutup kepala. Sambil menunggu Prof Pisi datang dokter Dedi mengajak saya mengobrol. Mungkin tahu saya sangat cemas. Saya sempat menanyakan kenapa lampu-lampu di atas warna-warni. Ada yang merah. Hijau. Dan putih. Kata dokter “mirip lampu disko ya?” katanya itu bisa diatur untuk pencahayaan jenis operasi tertentu. Misalnya organ perut pakai lampu warna. Hijau atau merah ya.wah saya lupa. Tapi kalau dinyalakan semua sinarnya putih sih.
Kami bercakap dimana saya sekolah dulu dan kuliah. Dan ternyata saudara-saudara saya yang berprofesi dokter dikenal olehnya. Ada saudara ibu saya bernama Dr Imam Supardi yang saya panggil Uwa Papap, guru besar mikrobiologi di Unpad dulu, yang dikenal olehnya, juga anak-anak uwa Papak, yang sepupu jauh saya yang jadi dokter juga, Aa Eri dan Aa Mega, yang dokter kenal baik juga. Padahal sih sepupu jauh saya itu kenal sama saya sih engga kayaknya. Bahkan ada satu dokter lain di ruangan itu yang ternyata keponakan uwak saya yang dokter juga (dari pihak Uwa Papap, saya bersaudara dengan istrinya). Serasa tenang juga dengan obrolan ini. Suasana jadi lebih akrab soalnya. Dokter Deddy berada di belakang kepala saya. Sambil menunggu dia mengajak saya berdoa.
Akhirnya prof Pisi datang. Dan dia bertanya “yang mau dioperasi yang kiri atau yang kanan yaaa..”
“astaga dokter..yang kiriiii…jangan becanda dong” kata saya. Sebelum operasi saya menandatangani lagi pernyataan bahwa saya bersedia dilanjutkan dengan radical mastectomy bila hasilnya PA terbukti ganas. Ini membuat saya terhenyak sebentar. Kembali saya ketakutan. Namun saya lalu bilang ke dokter Deddy bahwa saya sudah pasrah dengan kehendak Allah SWT. Sebenarnya bukan kematian yang bikin takut, tapi bila memang terkena kanker ganas, saya cemas dengan pasca perawatan sesudahnya, bukan hal yang mudah untuk dijalani. Saya tandatangan surat pernyataan itu, kemudian saya tiduran lagi di meja operasi dan memejamkan mata.
Lalu sambil berdoa terasa saya tertidur. Yang saya ingat bahkan saya bermimpi. Bahkan mimpinya indah. Di mimpi serasa ada yang berulang-ulang berkata pada saya bahwa saya tidak usah cemas. Bahwa tumor saya ini adalah tumor jinak. Beberapa saat kemudian yang rasanya hanya sebentar serasa ada yang menepuk pipi saya dan berkata “Bangun bu sudah selesai. Negatif hasilnya” saya langsung memegang dada saya. Sukurlah masih utuh.
Seorang dokter bilang pada saya tapi saya lupa itu Prof Pisi atau bukan. Katanya maaf tumornya tidak bisa diperlihatkan karena sudah diiris-iris untuk pemeriksaan. Saya menggeleng kepala dan menjawab “tidak apa-apa”. Lagipula saya tidak ingin melihat benda aneh itu.
Di ruang pemulihan saya ditemani ayah ibu dan suami saya. Semua tampak lega karena hasil tumor yang negatif. Tak lama saya dibawa kembali ke ruangan saya semula. Karena saya merasa lega dengan hasil operasi ini, sore hari dan malam saya merasa nyaman dan tidur dengan nyenyak. Besoknya di pagi hari saya sudah boleh pulang ke rumah.
Bagi yang mengalami hal seperti saya, saya ingin memberi saran agar apabila menemukan benjolan mencurigakan di payudara agar segera diperiksa oleh dokter ahli. Lebih baik tidak coba-coba mengobati dengan cara-cara alternatif yang belum terbukti hasilnya. Dengan perawatan yang baik, ibu saya setelah di mastectomy bahkan tidak pernah dikemoterapi. Namun tetap berkonsultasi dengan dokter untuk obat-obatan yang harus dikonsumsi. Sampai saat ini ibu saya sehat walafiat. Jangan menunggu benjolan bertambah besar atau karena tidak sakit sehingga tidak diperiksakan ke dokter. Walaupun takut dengan hasil diagnosa, lebih baik hadapi apapun hasilnya daripada terlambat untuk diobati.
Untuk yang belum pernah dioperasi beberapa hal yang perlu disiapkan bila akan masuk rumah sakit:
1. Pakaian tidur jenis piyama yang nyaman, berkancing di depan sehingga mudah bila harus dipakai dan dibuka apabila kita dipasang infus. Di rumah sakit dipakaikan baju rumah sakit, tapi untuk jaga-jaga mending bawa punya sendiri juga.
2. Bawalah peralatan mandi dan handuk pribadi. Walau disediakan lebih nyaman bila pakai milik sendiri
3. Pakaian untuk pulang.
4. Make up dan parfum. Pulang dari rumah sakit agar tidak terlihat lecek.
5. Gunting kuku dan alat cukur. Biasanya untuk operasi bagian perut ke bawah, rambut-rambut di perut dan daerah intim harus dibersihkan. Untuk jaga-jaga lebih baik sudah dibersihkan sendiri, bila cemas akan risih bila dibersihkan suster.
6. Copot semua perhiasan dan tinggal saja di rumah
7. Bawa bacaan, gadget dan chargernya.
8. Bawa peralatan berdoa dan kitab suci
9. Jangan nakal dengan mengkonsumsi makanan dari luar. Kalaupun memang sangat ingin lebih baik tanya dulu suster atau dokter.
Demikian sharing dari saya. Semoga kita semua selalu diberi kesehatan dan dijauhkan dari segala penyakit.
Syafakallah,ya Mir…moga2 cepet pulih dan tumornya bener2 udah hilang, aamiin 🙂 Kalo tau abis operasi, saya tengokin ke Advent, kbtln hari Minggu itu pas lagi di Bdg loh. Salam y buat suami dan anak-anak 🙂
Thanks untuk informasinya.. saat saya membaca artikel ini, saya sedang menjalani persiapan operasi besok siang. Saya jadi paham apa saja yang harus saya tanyakan kembali kepada dokter sebelum operasi..
terima kasih mbk…..sy jdi brtmbh ilmu…sbntr lgi sy jg akn mnjlni operasi..apa yg harus sy dietkn untuk penderita tumor payudara ini mbk..mhon infonya?tks