Kalau kita sering ditilang, pas ditilang di kali berikut-berikutnya, sudah tidak akan kaget lagi. Setelah beberapa kali mengalami tilang, malah kadang-kadang saya suka iseng melipir membawa kendaraan yang saya bawa mendekati para polisi yang sedang melakukan razia. Namun anehnya saat kita membawa SIM dan STNK lengkap, walau kita sudah berusaha dekat-dekat dengan yang sedang merazia, tetap saja suka dicuekin. Beda halnya jika kita memang punya salah, tidak bawa SIM atau tidak pakai helm, dari kejauhan saja Polisi-polisi itu bagaikan sudah punya insting hiu mencium bau darah, segera saja kita akan kena semprit dan disuruh kepinggir.
Masih seputar cerita tilang, seperti yang saya ceritakan juga di posting sebelumnya, bahwasanya mobil Civic hitam tua hasil cicilan itu sampai pada waktunya menjadi tukang mogok. Saya ingat saat itu mobil saya sedang susah distarter. Akinya sudah jelek barangkali, atau entah apanya. Sudah jelas saya ini punya aura jelek mengundang polisi untuk menilang saya, eh saya pun punya penyakit sering lupa bawa SIM dan STNK. Beberapa kali bila ketinggalan SIM atau STNK, saya suka balik lagi ke rumah walau sudah sampai kantor, tapi semakin kesini, saya cuek saja. Pasrah.
Suatu hari saat mobil saya susah distarter, saat pulang kantor, saya berhasil menghidupkan mobil saya dengan cara dimasukkan gigi sambil mobilnya didorong di parkiran mobil kantor yang memiliki banyak turunan dari satu lantai ke lantai parkir lainnya. Yang penting sampai rumah dulu, begitu pikir saya. Baru besok akan saya masukkan bengkel untuk dicek. Saat itu saya pun lupa tidak bawa SIM dan STNK. Komplit. Apakah saya lupa tidak membawa dompet dan duit juga? Bisa jadi.
Saat saya menyetir saya selalu bahagia, karena selalu sambil bernyanyi merdu dan menyetel musik atau mendengarkan radio. Nah sore itu sesampainya di jalan Otista, mendekati lapangan Tegalega, saya melihat ada banyak polisi sedang melakukan razia.
Mati deh! pikir saya. Lagu yang sedang saya nyanyikan, berhenti sebelum reffrain. Tamat riwayat saya sekarang, pas razia pas tidak bawa SIM dan STNK. Pasti saya disangka bawa mobil curian. Walau tampang saya sama sekali tidak seperti tampang pencoleng mobil, tapi bisa jadi kan, saya dianggap penadah atau anggota komplotan?
PRITTTT!!! Suara sempritan ini lama-lama tidak asing ya?
Saat saya meminggirkan mobil karena dihadang polisi, matilah mesin mobil saya si jago mogok itu.
Waduh, saya langsung panik. Di kantor kan banyak yang bisa dimintai tolong untuk dorong-dorong mobil. Lha disini mah susah atuh.
Langsung saya mengomeli polisi yang memberhentikan saya.
“Pak, mobil saya ini lagi susah distarter, tadi saja bisa nyala karena didorong! ini gimana nih sekarang jadi mati??!!! Bapak sih pakai nyuruh saya berhenti segala!”
Saya mengomeli polisi yang tampangnya berubah jadi bingung itu sambil berusaha menstarter mobil kembali dan tanpa hasil.
“Wah, bu maaf ya, gimana ya? Kami kan sedang menjalankan tugas” Kata seorang polisi itu.
“Ya udah deh pak, tolong bantu dorong saja, nanti saya masukkan giginya sambil distarter sambil Bapak dorong!” perintah saya tegas.
Polisi yang malang itu lalu memanggil dua orang teman polisinya. Bertiga mereka mendorong mobil saya.
“SATU……DUA …….TIGAA…..!!!!”
Bapak-bapak polisi berseragam itu kompak berlari mendorong mobil saya.
Masih belum nyala.
“SEKALI LAGI PAK!” saya memberi aba-aba.
“SATU ……DUA….TIGAAAA!!!!”
BRRRMMMMM BRMMMMMM…akhirnya mobil saya menyala sambil melaju. Saya ucapkan terima kasih sambil melambaikan tangan.
“MAKASIH YA PAAAKKKKK1!” langsung saya buru-buru tancap gas kabur dari lokasi kejadian perkara.
Selamat saya tidak sempat diperiksa SIM dan STNK yang memang lupa saya bawa.
[…] « Tilang! Never Ending Story […]