Lewat Alun-alun Bandung di ujung jalan Asia Afrika dengan pertemuan Jalan Banceuy adalah pertigaan dimana saya sampai hatrick, alias tiga kali ditilang di tempat yang sama. Entah kenapa saya apes sekali lewat disitu. Padahal itu rute saya pulang kerja setiap hari.
Pertama kali saya ditilang disitu, pertama di tempat yang sama ya, karena untuk peristiwa tilang lainnya itu beda cerita. Saat pertama di situ itu karena saya lupa menyalakan lampu mobil. Pas diberi tahu polisi, saya menjawab, ya gimana pak namanya juga lupa. Lagian lampu jalan terang dan mobil lain juga terang, mana saya sadar kalau lampu mobil saya mati. Terus polisinya nanya, emang engga sadar lampu di dashboard mati. Engga, jawab saya sambil menggeleng lemah.
Oke itu yang pertama di tempat itu.
Kedua kalinya ditilang disitu, adalah karena saya mengambil jalur kanan dimana seharusnya jalur kanan itu langsung belok ke Jalan Banceuy. Kenalah saya distop polisi. Pertanyaan standar,
“Ibu tahu pelanggaran apa yang sudah ibu lakukan?”
Saya pura-pura tidak tahu saja.
“Ibu seharusnya belok kanan”
“tapi saya engga mau belok kanan, rumah saya kan disana, bukan ke kanan”
“Kalau mau lurus, ibu ambil jalur tengah dong!” Kata polisi itu.
Saya menjawab tak kalah sengit,
“Dari tadi juga saya mau ambil ke kiri, tapi bis-bis yang disitu itu engga mau ngalah, saya ga dapat kesempatan ambil jalur tengah!”
Saat itu saya pasrah diajak damai. Melayang sudah lembaran limapuluh ribu rupiah.
Ketiga kali saya ditilang disitu, begitu ditanya kesalahan saya, saya langsung menjawab tegas,
“Tahu pak! Karena saya di jalur kanan!”
Lalu karena saya saat itu sudah tidak ingin ada suap menyuap antara saya dengan bapak-bapak penegak hukum, kebenaran dan keadilan itu, saya bertekad untuk disidang saja sesuai jalur resmi.
Saya pasrahkan SIM dan STNK saya untuk diperiksa.
Lalu kata polisinya,
“damai saja ya Bu”
“engga ah engga mau, tilang saya saja, mana surat tilangnya pak, saya mau disidang saja”
“Lho bu, mending damai!” Memang kita mengenal yang namanya damai itu indah, tapi tidak untuk kasus ini seharusnya.
“Engga ah engga mau!” saya berjuang dengan gigih.
“Bu, masa engga ada uang. Limapuluh ribu saja”
Saya terpana,
“Pak serius nih, segitunya?” kata saya. Segitunya butuh duit maksudnya.
“hehe..hehe…” Polisi itu tertawa sumir.
“Ya udah deh, lain kali ini saja ya pak! lain kali saya milih sidang saja” kata saya sambil menyerahkan uang perdamaian.
Besoknya pas saya cerita di kantor, saya mendapat tuduhan bahwa saya mau diajak berdamai dikarenakan polisinya ganteng.
Ih.
wah bs masuk rekor muri tilang polisi