Bila rindu itu terasa menyayat maka cemburu itu terasa membakar. Bagaikan menelan segumpal api dia merasuk meracun membusuk di dada.
Aku benci rasa itu, aku benci keadaan yang membuat itu, dan aku benci dia karenanya. Karena cemburu adalah pitam tak berdaya. Terikat oleh banyak batasan, dan lemah tak berdaya ini membuatku marah.
Aku tak bisa katakan cemburu padanya. Dia akan menunjuk hidungku dan menyodorkan fakta dan logika. Tak ada alasan. Bahkan untuk fakta yang lebih menyakitkan, karena dia telah jadi miliknya secara nyata. Sejak lama.
Aku katakan aku rindu padanya, aku katakan aku memimpikannya, aku katakan jantungku berdegup seiring pikiran tentangnya.
Dan jawabnya “Aku bersama dia”.
Kututup lembar itu dan aku buang tulisan itu. Dusta di setiap hurufnya.
Dulu selalu berusaha aku percaya apa yang dia kata, bahwa:
…………………………………………….ruangku khusus ada di hatinya.
Leave a Reply