Adalah Dago sebuah nama jalan berupa nama kuno dari Jalan Ir H Djuanda di Bandung. Pada jaman kolonial Belanda disebut dengan Dago Weg. Seruas jalan yang menjanjikan kenangan indah bagai seserpih romantisnya Paris di bumi Parahyangan. Tak berlebihan kiranya, karena sejak jaman dulu Bandung memang dikenal dengan Paris Van Java. Letak jalan Dago di utara kota Bandung, menjadikannya jalanan ini asri sejuk dan alami. Apalagi dengan bangunan lama dengan arsitektur tropis, gaya rumah tinggal yang dibangun Belanda pada jaman pra kemerdekaan Indonesia, membuat sejenak kita merasa kembali ke masa lalu. Juga pepohonan yang teduh dengan dedaunan dan bunga-bunganya yang gugur ke jalan berwarna kekuningan, bercampur dedaunan berwarna kuning coklat dan merah terakota, membuat suasana seperti musim gugur di jalanan Eropa.
Jalan Dago adalah perpaduan suasana magis dari peninggalan Bandoeng tempo doeloe, dengan suasana kafe dan hiburan modern masa kini. Semoga proporsi suasana modern dan keantikan masa lalu selalu dalam perpaduan yang pas, sebagaimana oregano pada pizza, kebanyakan atau kurang juga membuat tidak enak rasanya.
Pernahkah Anda mencoba menyusuri jalan Dago ini di malam hari? Saat lampu-lampu jalan dinyalakan dan angin sejuk menghela nafasnya dengan pelan kadang bahkan ditingkahi kabut turun? Cobalah menikmati jalanan Dago dengan berjalan kaki. Untuk menghindari jalanan yang ramai di ruas utama dapat memutar melalui jalan-jalan kecil di luar ruas utama jalan Dago yang penuh pepohonan. Kafe-kafe cantik dengan aneka jenis kuliner dapat Anda nikmati. Suasana etnik, modern, atau tempo dulu dapat menjadi pilihan selera Anda.
Saya selalu merasa senang dengan suasana Bandung di seputaran Dago, sejuknya masih terasa walau kini Bandung secara umum lebih panas dibanding belasan tahun lalu. Banyak pula rumah-rumah yang penuh dengan papan reklame di depannya, namun suasana Dago masih penuh pesona. Membangkitkan nostalgia saat kita berjalan di trotoar, menghirup udara sejuk sehabis hujan, itu momen yang paling pas.
Sampai saat ini jalanan Dago di akhir pekan masih saja macet dengan orang-orang yang ingin menikmati suasana di malam hari, untuk mencari makanan minuman enak, dan juga berselancar ria di kafe-kafe yang menyediakan internet gratis yang bisa digunakan dengan modal secangkir kopi. Jalanan Dago makin malam makin ramai, pejalan kaki maupun pengguna kendaraan bermotor, penjual bunga mawar dengan kuntum yang setengah merekah berwarna merah, dengan ceria menawarkan dagangan indah tersebut, bagi pasangan kekasih yang ingin meningkahi malam indahnya dengan pemberian bunga pada kekasih . Dago masih menyalakan magnetnya untuk romantisme bagi pasangan baik tua maupun muda.
Cobalah romantisme dengan melewati jalan Dago bersama pasangan. Memarkir mobil dimana saja asal dapat tempat. Lalu berjalan menyusur trotoar. Menggenggam erat tangan saat menyeberang jalan, mencari sudut kafe yang cozy dengan sofa empuk yang membenamkan badan, memeluk bantal dan melihat kepulan uap dari macchiato coffee latte, dan menghirup pelan, menikmati belaian busa kopi yang halus dan kehangatan di regukan kopi mengaliri dada memompakan semangat dan kegembiraan. Gelak tawa sekitar dan gejolak suasana malam yang hidup membuat kita lupa bahwa jarum jam telah beranjak lewat.
Ruas jalan Dago cukup panjang. Dago Bawah sering kita sebut untuk jalan Ir H Djuanda mulai dari persimpangan Jl Laksamana Laut RE Martadinata dengan Jalan Merdeka sampai dengan perempatan Jl Ir H Djuanda bertemu dengan jalan Dipati Ukur. Ke arah Jl Ir H Djuanda menuju ke Bandung Utara yang berbukit sering disebut Dago Atas untuk memudahkan. Bila di Dago Bawah penuh dengan keramaian suasana anak muda yang berjalan-jalan, maka lebih ke Dago Atas akan ditemukan kafe-kafe yang lebih tenang tidak terlalu bingar. Banyaklah kafe dan resto disana yang menawarkan kenyamanan tempat dan pemandangan Bandung di waktu malam yang spektakuler. Ini pun merupakan pilihan tempat yang tepat sangat bagi kekasih melewatkan malam. Kota Bandung yang tampak bagai cekungan lebar dengan lampu-lampu kota yang semarak, seperti halnya gugusan galaksi penuh bintang di langit yang pindah ke permukaan tanah. Pegunungan dan perbukitan gelap di kejauhan, Malabar dan Patuha bisa tampak bila suasana sedang cerah dan langit tanpa awan.
Tak hanya kafe atau resto yang bisa menawarkan kenyamanan dan suasana romantis bagi pasangan. Kadang bukan ukuran jumlah uang yang mesti dikeluarkan untuk mendapat kehangatan suasana. Bakar jagung pinggir jalan dan minuman jahe panas ataupun minuman khas Sunda, bajigur yang gurih pun tak mengapa. Warung-warung tenda dengan makanan sederhana, namun nikmat dengan wangi sedap menguar di udara pun banyak terdapat. Pisang bakar keju, sate padang, dan soto yang panas, adalah pilihan sedap mengenyangkan, apalagi di jam malam yang semakin dingin. Ramen dan makanan Jepang lain, yang saat ini banyak digemari kawula muda, bisa dinikmati di kafe-kafe lucu di pinggir jalan dengan harga terjangkau.
Jadi untuk yang ingin menikmati romantisme dengan paduan suasana modern dan masa lalu, berjalan-jalan di Dago adalah pilihan indah di akhir pekan.
Leave a Reply