Ini serius. Seorang teman kerja saya dulu tidak jadi naksir seorang pria berkulit putih yang berkedudukan di top manajemen perusahaan saya bekerja, hanya karena celana yang dipakainya, terlihat agak ngatung. Pria tersebut akhirnya memang menikah dengan seleb ngetop dan cantiknya ayune keporo nyoto, pancen pinter alelewo dasar putri solo. Ngutip lagunya Waljinah. Ini contoh nyata cinta yang tidak bersemi bahkan jauh sebelum bunganya kuncup. Saya suka menggoda dia, wong kalau naksir pun, pria bule bermata biru yang kemungkinan berdarah keturunan Viking itu kan belum tentu juga mau sama elu. Dan juga kok iya naksir orang langsung ilfil gara-gara melihatnya salah kostum.
Sebenarnya maksud saya di judul atas itu adalah don’t judge a boy by his kolor, plesetan Hilman Lupus di buku jadul di jaman dulu saat saya masih kiyis-kiyis (jadul di jaman dulu ini contoh kalimat rekursif ya?) dari don’t judge a book by it’s cover. Varian lainnya untuk frasa ini yaitu you can never tell a book by its cover.Untuk simpelnya, persamaan untuk di Kompasiana mungkin “janganlah menilai Arkedari tulisannya tapi lihatlah dari sempaknya”. Ngawur ya?. Ini memang persamaan semena-mena dan tidak berdasar.
But, eniwei. Bukankah memang kita (kita? elu kali), ok saya tunjuk hidung sendiri deh. Bukankah saya sering terjebak menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya saja. Padahal selain menilai orang, untuk bukupun saya sering terjebak. Seringkali saya menganggap sebuah buku itu tidak seru karena tampilan luarnya memiliki cover dengan ilustrasi tidak menarik. Ternyata setelah saya baca dikit-dikit, saya tidak bisa berhenti bahkan kemudian menyiksa buku tersebut dengan membacanya berulang-ulang sampai lecek. Kasihan. Untung bukunya tidak balik menertawakan saya karena sudah berburuk sangka. Hati-hati menilai sesuatu, karena prasangka menjebak kita untuk menutup diri terhadap hal-hal yang positif yang tersimpan di balik sebuah kulit yang mungkin kita nilai buruk. Hampir saja saya tidak membaca buku Eat Pray and Love gara-gara gambar depannya ga asik. Sering deh kejadian gitu.
Apa yang Anda pikirkan saat melihat pria tinggi besar seperti raksasa, hitam, botak, jelek, bertattoo dan bau? Ok tidak mesti bau deh. Selain itu dia menggendong anak-anak perempuan kecil yang mati dan penuh darah di pangkuannya, sambil meraung. Apakah Anda akan berpikir bahwa pria tersebut pembunuh anak kecil tersebut? Ya? Tidak? Ragu-ragu? Abstain?. Demikianlah adegan di film Green Mile . Walau memang si pria tinggi besar ternyata berhati malaikat namun prasangka dan tuduhan tidak dapat terhapus dari masyarakat dan pengadilan. Akhirnya si pria tersebut, yaitu John Covey yang berhati malaikat dan punya kemampuan menyembuhkan orang-orang sakit itu pun dihukum mati di kursi listrik. Tanpa satu kesalahan sedikit pun!
Ah betapa prasangka.
Leave a Reply