Mungkin karena kemarin-kemarin saya habis menulis essay tentang Raden Saleh, jadinya beberapa hari ini bacaan-bacaan saya banyak dipenuhi oleh biografi Raden Saleh, juga tentu saja jadi membaca juga tentang lukisan Raden Saleh yang fenomenal. Penangkapan Pangeran Diponegoro.
Saya tidak akan membahas lukisan tersebut, soalnya sudah dibahas di essay yang saya bikin. Nanti saja saya posting kalau menang lomba essaynya hehehe. Tapi saya jadi kepikiran terus mengenai Pangeran Diponegoro ini. Siapa yang tidak kenal Pangeran Diponegoro? Kalau tidak mengetahui kapan perang Diponegoro dan sosok kepahlawanan beliau, sudah pasti deh, nilai sejarahnya jeblok.
Gambar Pangeran Diponegoro, paling banyak sepertinya dulu dipasang di dinding sekolah dasar. Gambarnya sudah pasti yang itu, seorang Pangeran dengan baju serba putih, sorban putih, dan hulu kerisnya tampak menyembul dari balik ikat kain di pinggangnya.
Ada yang tahu bahwa nama keris Pangeran Diponegoro adalah Kyai Nogo Siloeman? Keris itu diyakini sebagian orang adalah induk dari segala keris sakti yang ada di Jawa. Dan adakah yang tahu juga, bahwa keris itu setelah disita dari Pangeran Diponegoro, dipersembahkan kepada Raja Belanda (saya lupa nama raja dan tahunnya, males googling lagi hehehehe), Raja Willem gitu ya? Namun karena Raja tidak tertarik, maka keris pusaka tersebut dikirim ke bagian betrak betruk alias departemen penyimpanan barang. Nah dari situ keris tersebut tak tahu lagi dimana rimbanya. Entah hilang entah raib kembali ke tuannya. Entah.
Selain jadi membaca ulang Pangeran Diponegoro, sang putera sulung Sultan Hamengkubuwono III tersebut, yang emoh jadi raja karena ogah bekerja sama dengan Belanda dan karena hal-hal lainnya, saya juga jadi membaca ulang puisi Chairil Anwar, yang saya pikir sangat mengena sekali dengan kekaguman kepada sosok Pangeran Diponegoro itu.
DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Entah kenapa saya hari ini rasanya sangat mengagumi Pangeran Diponegoro, sampai-sampai saya mengusulkan pada suami kalau punya anak laki-laki kita namakan saja Diponegoro, yang sebetulnya aneh karena kita berdua orang SUnda, jadi saya usulkan saja jadi Dipanagara. Tapi kayaknya memang bukan nama yang terdengar modern ya? Biarin aja ah. Suami saya cuma manggut-manggut, entah setuju entah bingung dengan saya yang terus menerus ngomongin Raden Saleh dan Pangeran Diponegoro dalam beberapa hari ini.
Sangat unik bila ada org sunda bernama dipanegara..hehe
pelarian pengikut pangeran diponegoro yang tidak mau tunduk kpd Belanda dibagi menjadi beberapa tempat pelarian: 1. ujung timur pulau jawa (banyuwangi); 2. Daerah perbatasan sekitar jawa barat – jawa tengah >> banyumas; 3. ke luar pulau jawa atau dibuang ke luar negeri.
iya mas, hehehe unik banget karena jarang. terima kasih komennya
Salam kenal Bu, terimakasih untuk informasinya yang sangat bermanfaat..
Saya belajar banyak sekali. Bersyukur bisa “terdampar” disini ;D
senang sekali klo bias bermanfaat bu, terima kasih banyak