Setiap kali lewat daerah Situ Aksan di Bandung, hati saya terasa sakit. Kenapa? Karena tadinya Situ Aksan adalah Danau di tengah kota Bandung yang indah permai. Situ dalam Bahasa Sunda ini artinya danau. Saat ini Situ Aksan tinggal cerita. Sama sekali tidak ada bekasnya. Kenangannya hanya ada pada orang-orang tua yang pernah menyaksikan keberadaan Situ Aksan, dan foto-foto tua saja. Tahun 1960 Situ Aksan masih berupa danau yang dapat digunakan untuk rekreasi dan dilayari dengan perahu kecil. Di tengahnya ada pulau kecil. Banyak pepohonan rindang di sekitarnya. Pemerintah Belanda menamakannya Westerpark. Tahun 1970 Situ Aksan mengecil karena pinggirnya banyak ditimbun untuk hunian. Tahun 1980 Situ Aksan menjadi kolam pemancingan kecil. Tahun 1990 hilang tinggal selokan kecil, dan sejak saat itu Situ Aksan sirna dari muka bumi.
Kemarin hati saya terasa sakit dan bahkan lebih lagi. Saya membaca di website VOA Indonesia sebuah tulisan berjudul Danau di Indonesia Alami Kekeringan dan Pencemaran. Duh. Akankah danau-danau di Indonesia akan bernasib seperti Situ Aksan? Teringat saya pada pertanyaan-pertanyaan saya pada waktu kecil dulu pada ayah saya. Kenapa banjir terjadi? Apa penyebab banjir? Dan ayah saya menjelaskan, salah satu penyebab banjir adalah hilangnya daya serap air pada tanah akibat hutan-hutan yang gundul dan juga danau-danau yang kering, akibat ulah manusia. Rusak kualitas airnya akibat pencemaran pabrik, maupun berkurangnya debit air karena sumber airnya yang menghilang dan mengecil akibat reklamasi tanah saat airnya surut.
Lalu tentang danau itu sendiri. Apa itu danau? Kenapa danau begitu penting untuk kehidupan manusia? Danau adalah air tawar atau asin yang terkumpul dan terakumulasi dalam jumlah debit yang sangat besar dalam suatu cekungan, dimana seluruhnya dikelilingi oleh daratan. Danau dapat terjadi karena mencairnya gletser, adanya mata air, akumulasi air hujan, atau karena sebagai tempat bermuaranya aliran sungai. Jenis-jenis danau menurut proses pembentukannya ada bermacam-macam. Danau tektonik adalah danau yang terjadi akibat pergeseran atau patahan yang mengakibatkan permukaan bumi turun. Danau vulkanik adalah danau yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi, dimana kaldera yang terjadi terisi dengan air. Adapun danau tektovulkanik adalah jenis yang terjadi sebagai campuran dari kedua aktivitas bumi tersebut. Danau karst adalah danau yang terbentuk akibat pelarutan tanah kapur. Danau glasial adalah danau yang terbentuk dari mencairnya es, dan danau buatan adalah danau yang dibentuk oleh manusia dengan membendung lembah sungai sehingga terbentuk danau.
Di Indonesia, seiring dengan kondisi alamnya yang berada di Ring of Fire, atau cincin api Pasifik, memiliki gunung api yang sangat banyak yang sekaligus juga memiliki aktifitas tektonik dan vulkanik yang tinggi. Tentu saja akibatnya Indonesia memiliki danau yang kebanyakan terjadi karena aktifitas alam tersebut di masa lampau. Jumlah danau di Indonesia sangat banyak, sebagaimana saya kutip dari VOA Indonesia sebagai berikut:
Jumlah danau di Indonesia diperkirakan sebanyak 840 danau besar dan 735 danau kecil (situ). Danau yang terdalam di Indonesia, danau Montana di Sulawesi Tengah, memiliki kedalaman sekitar 590 meter dan merupakan danau terdalam ketujuh di dunia (Bemmelen, 1949).
Danau yang terbesar adalah Danau Toba, yang terletak 905 meter dpl (di atas permukaan laut), dengan panjang 275 kilometer, lebar 150 kilometer, dan luas 1.130 kilometerpersegi. Kedalaman maksimum Danau Toba sekitar 529 meter di bagian utara dan 429 meter di bagian selatan. Danau Toba merupakan danau terdalam kesembilan di dunia dan merupakan danau tipe vulkanik kaldera yang terbesar di dunia.
Danau baik yang terjadi secara alami maupun buatan banyak difungsikan sebagai pembangkit tenaga listrik, tempat rekreasi, pengairan atau irigasi, sumber air tawar untuk keperluan masyarakat, perikanan, menjaga ekosistem sekitar danau dan pencegah terjadinya banjir. Menjaga ekosistem dan mencegah banjir adalah fungsi danau secara alami sejak jaman dahulu kala, yang rupanya sekarang banyak diabaikan oleh manusia di Indonesia ini. Mengecilkan arti danau, berakibat fatal bagi kehidupan umat manusia itu sendiri. Penderitaan karena banjir, salah satunya karena hilangnya danau dan fungsinya mencegah banjir. Adanya danau dan aliran sungai menjaga proses siklus air di jalur yang seharusnya. Hilangnya danau dan mampetnya aliran air sungai tentu saja memastikan adanya banjir. Sepasti hitungan 1 + 1 = 2.
Kota Bandung dan Jakarta, akhir-akhir ini sering diberitakan apabila mendapat curah hujan yang dianggap berlebih, langsung kota digenangi air. Genangan air yang tidak pada tempatnya dan berlebih ini, menurut saya sih seberapapun ketinggiannya layak disebut banjir. Walau ada yang berkelit dengan menyebut banjir di kota Bandung dengan ‘banjir cileuncang‘ yang artinya adalah kurang lebih banjir karena air hujan, tetap saja, banjir adalah banjir. Air hujan atau air apapun, yang menjadi tak terkendali akibat tempat penampungan dan jalur bermuaranya terhambat, itu namanya banjir. Itu saja. Lagi pula ditambah lagi dengan penggundulan hutan-hutan dimana-mana dan bukit-bukit yang digunduli dan diratakan untuk diambil pasir dan tanahnya, lengkap sudah penyebab banjir ini.
Keringnya danau, terjadinya banjir di musim hujan, ditambah lagi dengan pencemaran yang berdampak sangat buruk terhadap kualitas air di danau. Bahkan danau di Kalimantan Tengah, yaitu Danau Sembulung ditemukan mengandung minyak buangan dari sisa limbah produksi kelapa sawit. Belum lagi danau-danau lain yang menjadi penampungan limbah buangan pabrik tekstil yang membuang limbahnya langsung ke sungai. Sungguh kondisi yang sangat menyedihkan. Air sungai yang bening kini menjijikkan, ikan tak dapat hidup, tanaman air pun mati, dan danau menjadi penampungan limbah dari industri-industri yang mengatasnamakan peningkatan taraf hidup dan perekonomian padahal dibaliknya perusakan alam yang terjadi semakin hari semakin parah saja.
Lalu apakah yang harus dilakukan agar danau-danau di Indonesia tidak mengering, tercemar dan bahkan punah? Apakah ini hanya tugas pemerintah? Apakah ini merupakan tugas aktivis pencinta alam? Siapa sih yang harus bertanggung jawab? Kiranya dengan timbulnya kesadaran masyarakat, juga timbulnya kesadaran dan tanggung jawab moral baik pada pemerintah maupun pengusaha yang memiliki akses, otoritas, dan dana, agar tidak menyalahgunakan kemampuan yang dimiliki mereka untuk semena-mena terhadap alam. Mengutip dari film Spider-Man, “With great power comes great responsibility“. Dan untuk setiap anggota masyarakat, kiranya kesadaran menjaga alam dan lingkungan ini bukanlah milik segelintir orang, tapi tanggung jawab bersama. Lalukan apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga alam dan lingkungan. Karena alam bukanlah milik kita, tapi milik Tuhan yang perlu kita jaga untuk keberlangsungan dan kehidupan semua mahluk di muka bumi ini.
[…] di https://miramarsellia.com/2012/07/21/jangan-biarkan-danau-di-indonesia-mengering-dan-tercemar/ (function() { var po = document.createElement('script'); po.type = 'text/javascript'; […]
muhun Teh, saya kelahiran 1989, saya teu acan pernah liat yang namannya situ aksa, di ingatan saya yang ada adalah nama pemukiman yang jalannya lobang2, dan dulu waktu kecil ada motel disekitaran pagarsih dan ada perahu kecil, yang saya pikir untuk apa perahu kayu ada di tengah kota bandung, ternyata setelah saya bertanya pada kedua orang tua saya bahwa dulu pernah ada situ di sekitaran situ, kebetulan saya adalah org pagarsih, saya pun sedih, terlebih lagi karena ternyata kakek buyut saya adalah seorang Kuncen sewaktu Situ Aksan Masih ada, :(, ayo Teh kita sama2 berjuang supaya kejadian Situ Aksan tidak akan pernah terjadi lagi di danau2 yang ada di indonesia, jangan biarkan pemerintah Kota membiarkan pemukiman tanpa izin lagi.. 🙂
[…] di provinsi Sichuan, kota Chengdu cukup mudah untuk dicapai. Dari Indonesia sendiri sudah terdapat maskapai langsung ke Chengdu atau bisa pula transit dan rute pulangnya […]