Kalau jaman jadul dulu (ih redundan) sih, ada yang namanya onder de boom atau “DPR” alias Dibawah Pohon Rindang, yaitu tukang cukur yang mangkal di bawah pohon yang rindang. Jaman sekarang pun masih ada tentu saja. Namun sudah amat jarang. Mungkin karena pohon rindangnya juga sudah banyak berkurang. Ada pula onder de brug yaitu tukang cukur di kolong jembatan. Konon tidak hanya mencukur rambut, para tukang cukur bawah pohon dan bawah jembatan ini juga ahli membersihkan lubang telinga dan membersihkan lubang hidung. Bicara tukang cukur, jadi ingat film Tim Burton Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street, maklum ada kekasih saya sepanjang masa, si ganteng pujaan hati; Johnny Depp tea.
Jaman jarang (jaman sekarang) sih (hihihi tetap redundan), yang namanya tukang cukur sudah beraneka ragam bentuk rupanya. Untuk para perempuan, biasanya ya nyalon sekalian nyepa. Salon dan Spa dimana-mana menyediakan perawatan menyeluruh dari ujung rambut sampai dengan ujung jempol. Untuk pria, biar tidak terlalu genit namun tetap bergaya metroseksual, mungkin bercukurnya di barber shop. Trivia quiz: apa sih bedanya berpotong rambut di salon dan di barber shop?.
Saya tergolong pemalas untuk urusan perawatan rambut. Memotong rambut pun seadanya. Kadang-kadang malah begitu saja memotong ekor kuda saya dengan gunting kertas dari laci kantor apabila sudah berpikir kepanjangan. Malas ke salon ini tidak untuk alasan apa-apa. Cuma tidak betah saja berlama-lama di tempat seperti itu. Kalau banyak perempuan seperti saya, maka bangkrutlah Vidal Sassoon.
Untunglah saya dipertemukan dengan tukang cukur keliling. Satu hari Minggu saja, seluruh anggota keluarga bisa dia garap dari urusan potong rambut, hair mask, creambath, sampai dengan pijit. Untuk yang tidak mementingkan model rambut Harajuku atau model jingjet alias asimetris ala BCL (wait! emang BCL rambutnya asimetris?), mas Wisnu ini cukuplah. Lima ribu rupiah untuk potong rambut, sepuluh ribu untuk krimbat, dan limabelas ribu untuk massage yang wadaw…! biarpun sakit tapi enak banget. Lagipula mas Wisnu ini bisa ditelepon dan kita membuat janji di hari dan jam yang kita mau. Di hari Minggu berhujan-hujan pun, dia datang dengan berpayung. Ceria dengan tas besarnya yang penuh dengan peralatan.
Menurutnya daripada buka salon yang butuh modal puluhan juta dan perlu tempat strategis (dengan kemungkinan duduk bosan menunggu pelanggan datang), menurutnya delivery service macam ini lebih menyenangkan dan tidak butuh modal banyak, lagipula terbukti banyak pelanggan puas yang menjadi langganan tetap.
wah bu sepuluh ribu ? delivery service pula…murah banget tuh bu, jadi pengen nyoba hehe
daerah rumahnya dimana mba? kalo deket2 sini mungkin bisa
Ada no telp mas wisnu?
Daerah mana tuh mba?