Saya sudah berpikir-pikir sedari tadi. Bahwa saya hampir tidak pernah mengidap bisul. Kalau sesuatu menyerupai bisul sih rasanya pernah. Satu kali di punggung bagian bawah. Satu kali lagi di betis kiri. Seumur hidup saya. Itupun menurut saya tidak bisa dikatakan bisul. Karena diameternya tidak mencapai sesuatu yang sering kita lihat sebagai bisul. Boleh dikatakan bisul saya itu bisul mini. Atau jerawat besar. Atau salah satu diantara nama itu.
Namun kalau mengidap jerawat, NAH! rasanya sudah dua dekade lebih saya berkutat dengan yang namanya jerawat. Dari yang ukuran super mini dengan ukuran milimeter sampai yang mencapai ukuran centi dan memiliki bentuk seperti kawah Vesuvius. Ada yang berisi ada yang tidak. Ada yang kuning ada yang merah. Ada yang menyakitkan, ada yang gatal, dan ada yang pemalu; muncul diam-diam, pergi pun diam-diam. Namun semuanya sama, menyebalkan.
Tentu saja saya sudah pergi konsultasi ke dokter kulit. Namun tidak ada yang berhasil. Dulu saya pernah mendapat daftar pantangan makanan dari dokter. Dan tentu saja semuanya makanan enak. Saking putus asanya dengan daftar dari dokter, saya menanyakan makanan yang boleh dimakan saja, daripada mendapat daftar yang tidak boleh dimakan.
Seperti layaknya orang Indonesia, saya mengatakan ‘untung saja’. Untung saja jerawat-jerawat menahun itu tidak meninggalkan bekas seperti tubrukan meteor layaknya kawah meteor di Arizona. Masih tampak rata sih, walaupun pori-pori saya jadi seperti saringan kelapa. Sampai sekarang saya masih jerawatan, namun masuk kategori ‘aman terkendali’. Lagipula saya jadi punya kerjaaan sekali-kali mencet jerawat di toilet di kantor. Kenapa harus di toilet kantor? Untuk diketahui, toilet di kantor saya terang sekali lampunya, dan cerminnya besar-besar. Tisu juga banyak. Jadi saya menemukan tempat nyaman yang layak untuk memencet jerawat ya disana.
Sampai sekarang saya tidak menemukan obat yang pas untuk jerawat saya. Paling kalau benar-benar sedang meradang, saya kompres dengan air panas. Dokter pernah bilang sih, itu sudah nasib saya juga dengan jenis kulit berminyak. Akhirnya yang saya bisa lakukan adalah berdamai dengan jerawat saya. Daripada buang-buang uang dengan terus menerus berkutat dengan obat dan salon kecantikan untuk mendapat kulit wajah sehalus pantat payi dan kinclong seperti cat mobil baru dikumpon, yang jelas tidak mungkin. Suami saya juga pernah mengalami masalah jerawat kronis, namun sekarang jarang sekali muncul lagi. Katanya dulu diobati dengan Kalpanax; obat kurap kadas panu itu. Aneh. Menurut saya mungkin itu bukan jerawat, itu mungkin panu yang menyamar jadi jerawat.
Suaminya ternyata sama gokilnya. :))