Naon sih ieu. Teuing. Tiba-tiba saja di jalan saya inget buku saya yang Triloginya Romo Mangun; Roro Mendut, Lusi Lindri dan Genduk Duku yang sudah hilang tanpa karana lenyap entah kemana. Itu buku yang saya punya jaman SMP dulu. Bagus banget. Lebih menyenangkan dibaca daripada buku bacaan setengah wajib di tempat saya kerja; 7 Habitsnya Stephen Covey dan Balance Score Card yang saya lupa karangan siapa, yang setengah mampus saya baca dan penuh berleleran iler saking seringnya ketiduran baca buku itu. Dengan hasil, walhasil -tentu saja tidak ada yang nempel. Eh udah berusaha menamatkan setengah mati, keluar lagi deh 8 Habits, si Stephen ini senang banget nyiksa orang rupanya ya?.
Jadi ceritanya gini, saya ini pembenci bacaan tentang Marketing, Manajemen, dan buku-buku pembangkit (sekaligus pembunuh) motivasi dalam bentuk apapun dan karangan siapapun. Kecuali buku tentang Musashi (ya apa boleh buat, Musashi keren sih). Nah, tapi buat saya buku Roro Mendut ini menginspirasi sekali untuk bagaimana memotivasi potensi apa yang ada di diri kita menjadi suatu kekuatan penjualan (diri) yang fantastis. Bagaimana tidak, dalam kondisi kepepet kudu duit sekian-sekian jumlahnya per hari nyetor pada Adipati Wiroguno, gara-gara tidak mau diajak make out. Bingung beribu alasan sudah dicari, bahkan menstruasi yang tidak selesai-selesai pun sudah disodorkan sebagai alat berkelit. Akhirnya Jeng Roro jualan rokok. Ya rokok. Modalnya cuma sekian kepeng saja. Namun bagaimana dia berhasil dengan penjualannya itu yang keren.
Dia jualan rokok yang berleleran ludahnya. Sangat personal touch bukan? Belum lagi gaya menghisap rokok dibalik tabirnya membuat para pria tergila-gila. Makin pendek rokoknya makin banyak ludahnya, makin mahal harga rokoknya. Banyak para lelaki bersumpah ludah Jeng Roro ini harum dan segar baunya (ah yang bener aja ya). Puntung rokok bau berleleran air liur bermerk Roro Mendut ini laku keras. Personal Branding yang sukses. Para pria rela berhutang, rela antri, rela bertelanjang dada (karena bajunya digadaikan untuk rokok), demi sepuntung rokok itu. Kebayang yah pasti seperti serombongan orang gila bertelanjang yang memperebutkan rokok yang anehnya tinggal satu hisap dua hisap lagi saja.
Entahlah, tiba-tiba saya jadi pingin buka warung makan atau apa deh, dimana saya bisa menyodorkan sambal yang dimantrai dengan sekresi saya terlebih dahulu. Cuih! Cuih!.
pertamax!
saya yakin yang beli pasti komentator tetap di blog ini 😀
Kembali ka jelemana sih. Nya mun nu busuk mah, apapun yg disentuhnya bakal ke bawa busuk, hihi..
No Offense
HOREE. KEEMPAT!
HOREEE. KELIMAX
#4,5 Pasang Booby Trap buat Wesly
geuleuh ih 🙂
Emang..!!! Antitsesis Anomali…!!!!
Hidup ANOMALI.!!!!
jangan deh tuh buka warung dengan sambal aduhai nya
bisa-bisa besoknya langsung di manterai orang se kampung…
masih untung tak langsung di santet….
Nama warung atau rumah makannya jadi “RM Saciduh Metu Saucap Nyata” atuh, teh
ogah… asli bau jigong! 😀
said from outside… salam kenal! Dari http://pcmavrc.wordpress.com 😀
Jadi semua masakan yang dibawa saat kopdar, piknik, dan apapun itu namanya.. Itu ‘made in’ Mami? Ogah!
Cuih cuih adalah personal touch Mira tea
ada bacaan yang lebih menghibur daripada buku soal manajemen dan self help yang kalo dipikir-pikir suka berlebihan itu, bu mira. saya pernah baca “How Mumbo-jumbo Conquered the World: A Short History of Modern Delusions” karangannya francis wheen. aduh! buku itu lucu banget deh!
hihihi
Tergantung ciduh saha jeung jelema nu kumaha.
Tapi, teteb we geuleuh nu aya…
Ciuu..ciuh. Buru-buru patent-keun, bisa kabaru dimaling… 😀