Tetangga di komplek saya punya halaman depan yang sarat dengan tanaman dan bunga-bunga yang cantik-cantik. Hijau campur warna-warni yang segar dipandang mata. Halaman yang tidak luas tersebut menjadi taman kecil yang cantik. Banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Eh tidak lama kemudian ternyata rumah tersebut dijual. Dan pemilik yang baru rupanya tidak mau pusing dengan hijau-hijauan maupun serangga penyerbuk yang beterbangan disana. Dibongkarnya tanaman-tanaman disana dan disemenlah pekarangan tersebut dengan warna kelabu suram.
Yah apa mau dikata. Selera orang memang lain-lain barangkali. Ada juga yang lebih suka memandangi lahan persegi panjang 6×4 meter berwarna abu-abu dibanding kembang-kembang aneka warna. Tetangga rumah sebelah saya yang dulu pun pernah berbuat demikian. Halamannya habis difloor. Alasannya malas nyabut rumput. Kalau buat saya sih akhir pekan sering dipakai buat nyabut-nyabut rumput atau menanam-nanam kembang. Atau membuat bonsai yang sering berakhir diambil maling. Pagi-pagi sebelum ngantor pun saya main-main air dengan menyiram-nyiram kembang dan rumput. Rasanya senang melihat pucuk-pucuk hijau daun bermunculan. Oh ya selain itu saya berencana untuk membuat sumur resapan penampung air hujan untuk mengembalikan ke tanah agar tanah dapat meresap air dengan baik dan kemudian menjadi cadangan di dalam tanah.
Menurut saya membuat lingkungan hidup lebih baik tidak sekedar demo minta pemerintah untuk memikirkan konservasi air atau sekali-kali bersih-bersih selokan di RW setiap hari Minggu (itupun karena malu kalau tidak ikutan), atau sekedar membayar restribusi sampah, kemudian teriak-teriak kalau sampahnya tidak diangkut. Tapi juga memulai di lingkungan rumah sendiri. Dari sel terkecil. Misalnya menabung air dengan membuat sumur resapan , atau mendaur ulang sampah rumah tangga sendiri. Terus dijadikan pupuk untuk tanaman di pekarangan. Kalau rumahnya kecil, ya kolektiflah dengan tetangga. Lumayan kan sambil kenalan-kenalan. Siapa tau anak tetangga ada yang manis.
Daripada kita ribut Bandung kehabisan air tanah, mari kita dari sekarang mengembalikan air ke tanah dan menabungnya untuk keperluan hari depan. Daripada beli-beli air melulu kan? Membuat sumur resapan juga tidak sulit. Ini caranya, saya ambil dari website sini:
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan, persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam, atau labil. Selain itu, sumur resapan juga dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septic tank (minimum lima meter diukur dari tepi), dan berjarak minimum satu meter dari fondasi bangunan. Bentuk sumur itu sendiri boleh bundar atau persegi empat, sesuai selera. Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua meter di bawah permukaan air tanah. Dengan teralirkan ke dalam sumur resapan, air hujan yang jatuh di areal rumah kita tidak terbuang percuma ke selokan lalu mengalir ke sungai.
Air hujan yang jatuh di atap rumah sekalipun dapat dialirkan ke sumur resapan melalui talang. Persyaratan teknis sumur resapan lainnya ialah kedalaman air tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan. Sedangkan struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah lebih besar atau sama dengan 2,0 cm/jam, dengan tiga klasifikasi. Pertama, permeabilitas tanah sedang (geluh kelanauan) 2,0-3,6 cm/jam. Kedua, permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm/jam. Ketiga, permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm/jam. Spesifikasi sumur resapan tersebut meliputi penutup sumur, dinding sumur bagian atas dan bawah, pengisi sumur, dan saluran air hujan. Untuk penutup sumur dapat digunakan, misalnya, pelat beton bertulang tebal 10 sentimeter dicampur satu bagian semen, dua bagian pasir, dan tiga bagian kerikil.
Dapat digunakan juga pelat beton tidak bertulang tebal 10 sentimeter dengan campuran perbandingan yang sama, berbentuk cubung dan tidak diberi beban di atasnya. Dapat digunakan juga ferocement setebal 10 sentimeter. Sedangkan untuk dinding sumur bagian atas dan bawah dapat menggunakan buis beton. Dinding sumur bagian atas juga dapat hanya menggunakan batu bata merah, batako, campuran satu bagian semen, empat bagian pasir, diplester dan diaci semen. Sementara pengisi sumur dapat menggunakan batu pecah ukuran 10-20 sentimeter, pecahan bata merah ukuran 5-10 sentimeter, ijuk, serta arang. Pecahan batu tersebut disusun berongga. Untuk saluran air hujan, dapat digunakan pipa PVC berdiameter 110 milimeter, pipa beton berdiameter 200 milimeter, dan pipa beton setengah lingkaran berdiameter 200 milimeter. Sumur resapan dapat dibuat oleh tukang pembuat sumur gali berpengalaman dengan memerhatikan persyaratan teknis dan spesifikasi tersebut.
Untuk yang tertarik membuat pendaur ulang sampah rumah tangga di rumah, Bapak saya bisa ngajarin tuh! Beliau tergila-gila mendaur ulang sampah rumah tangga. Di rumah sudah beberapa tong dibuat. Henny juga sudah mencobanya dan caranya dapat dilihat disini.
PERTAMAXXXX!!!!!
kynya cocokan mamih deh yg jd walkot 😕
lupa yel yel nya
GO….MAMIH….GO…. !!!!!!!!!
Tidak ada yang aware terhadap pentingnya sumur resapan. Seharusnya pemerintah yang mewajibkan setiap rumah di atas tanah punya sumur resapan, meski hanya berukuran satu meter persegi.
#1 & 2 Lho?? naha??
Jadi kapan kita ke cihideung belanja tatangkalan teh?
#5 Nanti sore?
Sekarang sore ke cihideung ?
#3 Setujuuuu kang .. harusnya ada “sedikit” perhatian dari pemerintah juga
sepakat bu!
katanya kalau sampahnya mau cepat rusak, bisa dibantu pakai cacing. silakan baca di http://priyatna.blogspot.com/2007/02/cacing-peliharaan.html
tuh nyak, urang teu diajak ka cihideung [-(
#8 itu miara cacing asik juga ya ternyata. Makasih Teh infonya
#9 pindah atuh ….pindah deui ka bandung
trimakasih atas informasinya yang sangat bergna bagi saya
Wah, seru juga Ama si Bapak yang tergila-gila mendaur ulang Sampah. Semoga dedikasinya mendapat Pahala yang berlimpah, sebagai Ibadah. Aku jadi pengen berguru. Salam dwijo= fearkantor.wordpress.com