Sewaktu saya pulkam belum lama ini ke desa indah permai di lereng Gunung Sawal tea, saya melihat banyak buah kecil eh mungkin lebih tepatnya mirip biji-bijian bulat tak beraturan sebesar kuku kelingking saya dijemur di depan rumah Eni (Eni means Nenek yah). Buah tersebut beruang tiga, dan berbiji berwarna putih agak berlendir. Pohonnya sih mirip-mirip jahe gitu deh. Sekujur pohon ini bila dicium baunya harum.
Saya kalau nemu sesuatu yang baru, seperti biasa tanpa basa basi langsung memasukkan ke mulut dan mengunyahnya tanpa mencium-cium baunya dulu atau apa. Persis anak satu tahun yang suka sembarangan memasukkan apa saja ke mulut. Ternyata biji itu berasa minyak atsiri yang menyengat dan berbau obat batuk. Oh ternyata Kapol toh. Atau sering disebut juga Kapulaga. Setelah dikunyah terasa baunya menyebar, harum dan segar menyengat.
Di kampung saya ini, tanahnya subur. Air mengalir banyak dari gunung. Gemah ripah loh jinawi tea. Kalau rajin bercocok tanam, tidak usah takut kelaparan. Ikan gampang dipelihara di kolam. Tanaman mudah tumbuh. Pohon-pohon kayu pun cepat tinggi. Saya lihat banyak tanaman bernilai ekonomis mudah tumbuh subur dan sehat disini. Katakanlah seperti tanaman tinggi duren, cengkeh, coklat. Atau tanaman merambat dan rimpang seperti merica, kapulaga, jahe. Pohon coklat yang oleh Nenek ditanam sembarangan dekat jarambah di tepi kolam ikan pun sering berbuah lebat dan gendut-gendut pula. Begitu pula pohon Albasiah atau sering disebut juga Malaka, lima tahun ditanam pun sudah tinggi menjulang. Atau Mahogani yang walaupun lambat membesar, nilai jualnya cukup tinggi.
Namun oh namun, masyarakat desa rupanya lebih senang pergi ke kota. Tanah subur banyak terbengkalai, kebun ditanami tanpa dirawat sehingga menjadi tidak produktif. Mereka banyak menanam tanaman bernilai ekonomis, tapi ya begitulah. Kalau menurut saya istilahnya gerakan sporadis. Tidak terorganisir. Hasil bumi hanya menjadi hasil sampingan penyambung hidup. Padahal yah menurut saya sih, coba kalau bisa lebih terorganisir dengan baik, lalu sarana transportasi dan pengangkutan hasil bumi dapat dilaksanakan secara kolektif sehingga biaya angkut dapat dipangkas. Mungkin saja penduduk dapat meningkatkan taraf hidupnya ke tingkat yang lebih baik dari sekarang ini. Eh penyuluh pertanian pada kemana ya? Saya kok kangen sama Kelompencapir itu lho, atau Pak Harto dulu yang sering turun ke sawah dan memberikan penyuluhan langsung. Rasanya di TV dulu sering ditayangkan deh.
Indonesia ini punya tanah subur. Kalau kata Koes Ploes kan kayu dan batu tumbuh jadi tanaman ya engga salah juga. Atau seperti Bapak Abdul Gani yang mengatakan entah di buku mana ya, saya lupa baca dimana: “seperti raksasa yang sedang tidur”. Memang betul sih tertidur, tapi kok engga bangun-bangun ya?. Mati suri kan jadinya. Saya sendiri daripada nabung gak jelas di bank (hehuhehue emang duitnya juga punya dikit kok, ditabung nanggung, direksadana percuma tea), akhirnya membeli bukit kecil, huahuahuehua emang di kampung saya tanahnya murah kok. Eh orang yang udah kaya di kota mah ga boleh ikut-ikutan yah… Dan ditanami dengan 200 pohon Mahogani. Dan juga banyak Albasiah. Biar nanti sudah nenek-nenek, kalau butuh makan tinggal nebang satu demi satu pohon berharga tersebut. Dengan catatan harus diganti lagi dengan ditanam oleh pohon pengganti tentu saja.
pertamax™
hebat! agraris abis! jadi pengen menyanyi genjer-genjer, merayakan kesederhanaan rakyat petani yang dibantai karena takut kekuasaan korup dan tanpa batas itu tergusur…
#2 Yuk nyanyi bareng… kalo soal agraris, lah emang negara kita kan agraris maritim kok..udah dikasih alam kayak begini kok dianggurin , piye tha.. kalo aku punya modal sih, aku berdayakan deh desaku yang kucinta pujaan hatiku itu menjadi desa penghasil coklat misalnya. Coklat Jalatrang, sounds keren gak Pit?
#3 *Posting sambil makan cadbury*
saya mah back to laptop alias kembali ke laptop™ 😀
iya sih kadang saya juga kangen daerah kampung sayah. paling kalo lebaran doank bisa liat pohon2 di daerah pedesaan lembur Eni™ saya.
Pasang skrinsut ateuh, kan tos difoto oge…
Orang Indonesia yang jadi budak modernisasi memang melupakan kesuburan tanah negeri ini.
*keki lihat kesemek aja diimpor*
wah calon tuan tanah nih?? ato sudah 😀
#7 heueheuhe henteu lah, becanda eta mah
kelompencapir…?
sama euy.. saya juga rindu acara itu..
daripada acara gosip murahan para artis masih mending acara kelompencapir. 😀
saya juga rindu Mbah Harto, soalna bensin murah, sakolah teu mahal teuing, barang-barang murah.. hahahah
mir, mau minta pohon albasiah satu aja… buat beli henpun yang berwarna dan ada kamerahnyah… :p
#11 Hihihihi nunggu Teh Mer ngeblog cerita soal hape yang orang lain pada “tak sudih” itu.
mamih sez :
Saya kalau nemu sesuatu yang baru, seperti biasa tanpa basa basi langsung memasukkan ke mulut dan mengunyahnya tanpa mencium-cium baunya dulu atau apa.
me sez :
Aaarrrggghhh … saya jangan dikunyaaaahh !!! …
duh, pohon mahogani-nya minta dong… buat mbikin gitar 😀
#13: Dham, join id-ngeband at googlegroups.com
#13 kayak Gitar Brian May itu ya Dham? wah saya bisa jadi pemasok pabrik gitar, tapi ntar kalo udah jadi nenek-nenek.. hueuehueahahaha…*tertawa gila* pohonnya sekarang masih kecil2
Teh Mira.. Met kenal yaa…
Aku ikut beli bukit donkz weheheh…
#16 Met kenal juga….hihihihi becanda itu maaah..beneran, bukitnya segede meja makan..
asik tuh kalo makan siang di tengah sawah. hmm, kapan ya ? 😀
-IT-
#18 asik pisan, beuleum lauk tea ..duh
ikut!!
tak ada yang lebih mengesankan selain kembali ke kampung halaman, mencium aroma kampung dan larut dalam bayangan masa kecil yang nostalgik. hmm…
ikut juga! sambil nimbel! NYAM!
#22 Emang saya ngajak2 ke kampung gitu Den? *scroll up*
kembali ke laptop
#20, 22 TUNGGU GUE! =))
Satu hal yg selalu aku lakukan waktu pulang kampung adalah.. REFRESHING MATA. hihi.. secara mata ini pegel liyat yg kaku-kaku dan selalu perih kena debu, eh gitu di kampung PLONG gitu deh mata ini, seugeer. 😀
Ini nama tempatnya apa mih? di daerah bandung juga yah?
#27 ini nama tempatnya Desa Jalatrang…jauh dari Bandung wooi..ini Di Ciamis
kok keliatannya adem banget tuh foto… emang kampungnya dimana sih
lam kenal yah
#Salam kenal juga, jawabannya ada di komentar no 27 🙂
OH, rasanya aku pengin nyoba tanaman albasia
Abi ti BAGOLO KALIPUCANG CIMAIS, tos nyobian nanam albasia, hasilna sae pisan, ngan sebelna sok ku olan2, kumaha cara ngatasina…,.?
MIRA, nu ti jalatrang, abi tì bagolo, tiasa amengan teu ka bumi mira, upami tiasg mah nyuhunkn almt chatingna, blz nya
mira, kita tetanggaan.saya dari tasik..saya sangat setuju dengan anda.kebetulan sekarang ini saya sudah menanam 1700 pohon albasiah (baru 2 bulan ditanam) dan masih ingin menanam lagi.kasih tau donk cara pemeliharaan tanaman albasiah biar cepat pertumbuhannya..trus dimana dapat bibit yang kualitas bagus+harga murah