Pikuniku atau picknique atau piknik atau botram pada hari Minggu kemarin, seperti halnya kebiasaan warga kampung Gajah Bandung seperti biasa dilaksanakan dengan tidak terencana dan terorganisir. Soalnya kalau direncanakan -anehnya- sering tidak jadi. Di pagi hari cerah dan indah itu saya sedang mengetes kemampuan pendengaran saya pada tingkat maksimal dalam menikmati musik berisik, yang mana membuat Drea dan Dimas memilih main layangan di depan rumah daripada menjadi korban kebisingan yang dibuat oleh saya.
Hari itu saya berniat tidur seharian, untuk memulihkan tenaga dan pikiran ceritanya, yang mana walaupun terdengar kurang produktif masih tetap terdengar praktis. Namun rupanya status saya di layanan pesan instan yang menampilkan masakan yang pagi itu saya buat, memancing Deden untuk kirim pesan “botram yuk?”. “hayu” jawab saya seketika.
Botram dalam bahasa Sunda atau MEOK -makan enak omong kosong- menurut istilah orang dulu di buku Haryoto Kunto, pada jaman Bandung masih betul-betul layak disebut sebagai Kota Kembang di pegunungan, kerap dilakukan orang-orang di taman-taman kota yang nyaman atau di bahkan halaman rumah. Dulu mungkin masih banyak tempat-tempat area publik yang nyaman dengan pohon rindang, dimana orang bisa bawa rantang susun warna belang hijau putih dan ngampar samak mendong untuk kemudian makan-makan di bawah pohon dan tidur-tiduran. Bahkan ada Situ Aksan yang di tengah kota itu dimana orang bisa berlayar dengan perahu kecil. Oh ya sampai sekarang saya tidak mengerti Situ Aksan itu mengering, dikeringkan, atau dibiarkan mengering.
Ya sudah daripada jadinya kita makan enak omong kosong di taman Badak Putih dan jadi tontonan warga sekotamadya Bandung yang lewat, kita berpikir untuk mencari kebun teh saja demi memuaskan hasrat piknik kita. Yang dibawa sebagai bekal tentu saja bukan Sandwich isi Salami atau Smoked Beef –that’s mah so English tea time atuh euy– tapi nasi timbel bungkus daun pisang (seperti biasa daun pisangnya hasil nyolong di kebun orang), ikan asin sepat, lalapan segar dan rebus, ulukutek leunca plus oncom yang terasa kacangnya dan cengeknya, sambal pedas, perkedel dan tempe bacem buatan Riri yang enak sekali (sampai saya mikir perkedelnya pakai keju), dan tidak ketinggalan semur jengkol. Ayam goreng tulang lunak, dan lain-lain pelengkap penderita. Waks, enak lah pokoknya.
Saya tidak punya rantang belang hijau putih itu (nyari dimana yah? pingin beli euy), jadi wadah yang dipakai adalah rantang plastik yang berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan yang lebih parah akibat proses dekomposisinya lebih dari 100 tahun keluaran Tupperware yang walaupun mahal tapi dijamin oleh penjualnya cairan atau bahkan sambal tidak akan beleberan keluar. Juga tidak punya termos dengan sumbat gabus, yang dalamnya ada kaca cerminnya itu. Jadi bekal minumnya adalah Coca Cola dan Green Tea. Kalau nenek saya sih dulu suka bikin enteh galeuy –teh bikinan sendiri yang enak dan pahit- Kalau sekarang Nenek saya ogah bikin, katanya “meuli wae kaditu ka warung gampang kari ninyuh“. Ah di desa pun kena korban globalisasi teh rupanya.
Ternyata nyari kebun teh siang-siang juga pusing. Nyari tempat terbuka dengan rumput takut dimarahin satpam komplek. Jadi inget film si Doel anak Sekolahan, yang episode si Babeh piknik di lapang golf. Susah memang ya sekarang nyari tempat santai gratisan. Ke Lembang terlalu jauh dan bakal bete sama macetnya. Kan Bandung sekarang kalau wiken kalo gak macet kayaknya malah jadi cerita baru. Hooiii baralanja wae atuh nya ka Bandung teh. Harusnya biar gak macet dibikin aturan dilarang naik mobil kalau ke FO, tapi wajib naik sepeda atau jalan kaki saja. Yang boleh naik mobil cuma orang-orang yang mau piknik kayak saya.
Akhirnya sambil menjemput Golda, Nugi, Arjuna, dan Neng Qudsy di Setiabudi Regency, saking laparnya saya beli pisang Lembang dua sisir. Daripada menceracau terus menerus karena kelaparan mending makan pisang dulu kan. Sampai di Sersan Bajuri pun sebenarnya sih kita belum punya ide buat piknik dimana. Deden (akhirnya!) dapat wangsit untuk piknik saja di Curug Bugbrug (hese nya maca curug bugbrug). Yang jaraknya sudah cukup dekat dari situ.
Peserta piknik kali ini adalah Jay, Nugi, Arjuna, Neng Qudsy, Golda, Dian, Deden, dan Riri. Dan saya sendiri. Lho kok engga ada Surur, Budi dan Abi yah? *bertanya dengan polos*. Wah ternyata curug Bugbrug masih seperti terakhir saya kesana jaman kuliah dulu. Jaman itu juga banyak selada air yang ditanam di air yang sejernih cermin. Bahkan dinding batu yang penuh grafiti di jalan masuk tetap penuh coretan dan sering jadi tongkrongan orang yang mabuk juga tidak berubah. Hehehe yang jelek-jelek juga belum berubah ternyata. Karena dikelilingi tebing, asik juga ngetes echo dengan teriakan “Buragoy” Hoy” “Sah” yang legendaris di Kampung Gajah itu. Setelah makan dengan intensitas tinggi karena kelaparan, kita pergi ke Curug untuk foto-foto dan merendam kaki-kaki kita di air yang sedingin es.
Pokoknya kemarin kita Snang!.
mmhhh…jd kepikiran gimana kalo mobil2 pribadi dan angkot di-larang lewat Dago…jd-nya di-ganti kaya trem, berapa biji gitu…sekian menit sekali lewat…lucu kali ya…sok atuh Pak Dada…
*merasa heran ada nama Dian di situ* eh… itu aku ya, Mi?
dimana ya itu foto2nya? pengen juga kesana..
Enak, selada air-nya sangat segar!
*nyatut langsung dari kolam*
#1 Asik juga kayaknya, sekali-kali malam Minggu di Dago tidak merasakan padat merayap
#2 Iya, hehehehe
#3 Curug Bugbrug, dari Sersan Bajuri Ledeng, teruuusss, sampai lewat terminal dan Universitas Advent, ada belokan ke kanan.
*pandangan malah tertuju ke side bar yg ada flickrnya*
umm… mih… keknya sayah melihat khasiat minyak bulus yang sangat berhasil ituh…
*sbenernya sirix nda bisa ke bdg*
TUH KAAAN GUA GAG DIINPET!!!!
#6 Mpitki, seperti saya udah bilang, kura-kura itu makhluk lucu yang masuk dalam daftar binatang yang harus dilestarikan. Dan minyak bulus untuk itu, HANYA mitos. Saya pikir bisa disubstitusi dengan minyak-minyak lainnya, tapi tidak termasuk oli bekas. Parutan mentimun kayaknya lebih berkhasiat. Lebih adem maksudnya.
#8 Seperti yang sudah saya terangkan dalam paragraf pertama, acara ini TIDAK terorganisir dan TIDAK direncanakan. Harap menginpait diri sendiri seperti arisan dengan Adium bila datang ke Bandung. demikian.
botram teh mun ceuk org garut mah “mekel”
ari sugan teh botram na ka derenten…
ga bisa ikoot,
keur di cicalengka
tuhh kan gw ga di kasih tau jalannya!!
eh..
menu piknik berikutnya :
1. semur jengkol
2. pete rebus
3. sambel
4. lalap
5. ikan asin
6. dan tidak ketinggalan pergedel yang katanya enak hihihihihi………
jadi kapan ?????
#10 naha atuh bet ka cicalengka?
#11 alaa..denger2 Mbu mah lagi sama gebetan baru
#12 kalo direncanakan suka gagal, jadi ya kapan-kapan deh hihihihi
kalau ada yang mau botram sedikit jauh, tapi suasana siip, silahkan datang di cipanengah lembang…
disitu ada lapang kapal, atau mau diatas bukit….
kalau ingin disediakan masakan setempat silahkan hubungi dulu aku…
dijamin tak akan nyesel…
#14 Mau atuh kang Obin, sok atuh ah saya reserved tempat nya
sebentar-sebentar…ini teh Curug Cimahi tea sanes…? tapi da Curug Cimahi mah belok ka kiri…setelah Terminal deket Universitas Advent itu kan ada jalanan turun terus ada jembatan kecil…abis itu jalan-nya naek lg…nah, di sebelah kiri ada Curug Cimahi, kalo terus ke arah Situ Lembang (Gerbang KOMANDO)…
atau mungkin Curug Bugbrug ini mah sebelum ketemu jembatan kecil itu kali ya…?
#16 Bukan, kalau curug Cimahi betul belok kiri, terus turun tea tuturubun ke bawah pake tangga batu, yang kalau kita lagi turun suka mikir ntar pulangnya gimana, cape banget kali ya. Nah kalau Curug Bugbrug ya betul itu ada jembatan.
anjriiiiiiiiittttttttt
baca beginian bikin laper lagi
Mih, beneran itu Pak Murlen dulu CS-nya mamih dibandung? Pantesan, untuk seorang “tambunan” dia terlalu sunda (logat bicaranya).
Wahh.. Wahh.. Ternyata oh.. ternyata..
Salam buat dia kalau jumpa yah mih…
Niwe, ini OOT yah? ^_^
*cueks*
#19 Cuek Be mau OOT juga, niwe si Murlen itu “adek” kesayangan kita. suka di”kuchi-kuchi” gitu lho (kesannya diucek-ucek rambut) ..Hehehe, Murlen..kalau baca ini..piss deh..
Sambil makan, denger tembang-tembang Jowo. Uenak tenan
#21 campur sari ya Mas?
ehm™
*batuk berwibawa*
#15.
Oke, kapan ada rencana datang berkunjung?
kalau tempat saja sih gratis…
untuk makanan, mau disediakan apa, dan untuk berapa orang.
jangan lupa yach… seperti biasa, teh mia dihitung untuk tiga orang lho….
Walah….. tos lami teu ngadangu ngaran “Bugbrug” !!! meni cocok dijodokeun sareng ulukutek leunca….. !!
[…] bahwa BSM adalah satu-satunya yang memutar O13. Setelah dengan halus menolak tawaran untuk piknik di Lembang (ini karena harus pulang cepat juga sih ), baru meluncur ke lokasi di Gatot Subroto. Agak kaget […]
asik amat tuh kayaknya…
jadi pengen
kok gada botak?
EH ada akyu 😀
[…] bahwa BSM adalah satu-satunya yang memutar O13. Setelah dengan halus menolak tawaran untuk piknik di Lembang (ini karena harus pulang cepat juga sih ), baru meluncur ke lokasi di Gatot Subroto. Agak kaget […]
Ich pgn prg ksna,tp ga da yg ngajak euy,,,,,capan yapz ty kcna?? Cpa yh yg mo maen ma ty??
Bwt Para cwo anterin ty kcna dunk!!!!
salam kenal
saya di jakarta, bandung tempat yang enaknya ada yang baru ngk?tnk ya!