Menjelang tahun baru 2007. Menyendiri. Menikmati sepi. Dan membaca puisi. Tentang mati.
AROMA MAUT – Hamid Jabbar
Berapakah jarak antara hidup dan mati, sayangku?
Barangkali satu denyut lepas, o satu denyut lepas
tepat di saat tak jelas batas-batas, sayangku:
Segalanya terhempas, o segalanya terhempas!
(Laut masih berombak, gelombangnya entah ke mana.
Angin masih berhembus, topannya entah ke mana.
Bumi masih beredar, getarnya sampai ke mana?
Semesta masih belantara, sunyi sendiri ke mana?)
Berapakah jarak antara hidup dan mati, sayangku?
Barangkali hilir-mudik di suatu titik
tumpang-tindih merintih dalam satu nadi, sayangku:
Sampai tetes-embun pun selesai, tak menitik!
(Gelombang lain datang begitu lain.
Topan lain datang begitu lain.
Gelap lain datang begitu lain.
Sunyi lain begitu datang sendiri tak bisa lain!)
Padang, 1977/1978
Selamat Tahun Baru 2007. Semoga apabila kita masih dipanjangkan umur kita dapat mengisi hidup selanjutnya dengan kebaikan.
amiin..
jadi ingat film Gie..
“nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”
hanya saja, menurutku, yang penting adalah mengisi tiap moment dengan makna..
bukankah begitu?
Puisi ini pasti tentang kematian deh… Bener kan, tentang kematian? Tuh kan aku bener, padahal di judulnya ga ada kata2 ‘kematian’ sama sekali lo! *sok analisa puisi*
hiks…katanya kita harus menunggu maut dengan sukacita…bak sedang menunggu orang terkasih kita
pertamax
#4 Yey keempat juga
bang rhoma maut?
#6 Kalo Bang Rhoma lagu yang paling saya ingat sih cuma “sungguh mati aku jadi penasaran, sampai matipun akan ku perjuangkan” Hihuy Rhoma Rulz!
SELAMAT TAHUN BARU 2007 Tante Mira!
Hamid Jabbar, hihi.. jadi berasa di cybersastra deh! Selamat Jalan Hamid Jabbar!
Sretna Nova Godina!
Jarak hidup dan mati tak ada yang pasti, bisa sehari, bisa pula setahun, atau berpuluh-puluh tahun. Siapa yang sangka para penumpang Adam Air yang naas itu hanya menikmati satu hari saja di Tahun 2007.
Selamat Tahun Baru 2007 Mbak…… 😉
“Padang, 1977/1978”
Untung Malin Kundang udah gak ada taun segitu.. kalo gak.. saya bisa ngira karyanya Malin Kundang.. CMIIW
#11 Juragan, saya baru tau kalo Malin Kundang, selain pelaut, pedagang, dia juga ternyata penyair? Hky, ari Malin Kundang teh sebenerna dongeng atau kisah nyata sih?
membaca lagi puisi ini ngingetin bgt ma sosok hamid jabar…
gimana dia baca puisi sambil joget, sambil nyanyi…
gimana dia bisa membangkitkan semangat ta buat nulis puisi
gimana dia selalu tertawa dan mencoba untuk tetap bahagia…
“tidurlah kau dalam abadi…
mimpi tentang jalan berliku, Indonesiamu…
akan kupahat dalam hati”
membaca puisi ini, jadi ingat masa-masa sma. saat baca majalah horison. kau pengagummu Hamid Jabbar.
MAKSUDKU AKU ….
Puisi aroma maut..jadi ingat pak hamid jabbar,,aku pernah ikut diklat seputar sastra dan pembuatan majalah di Padang,,masih inget Pak hammid pernah ngelus2 kepala aku,,
dan beliau juga menitip surat kpd kakak ku yg dulu pernah mnjadi tetangganya,aku lupa memberikan itu pd kakek,13 hari setelah diklat baru aku memberikannya pada kakek,sampai tiba2 datang berita padaku di sore harinya beliau meninggal saat membacakan puisi….”aku akan ingat selalu nasihat yg pernah beliau sebutkan..aku pengagummu pak hammid jabbar…”