Sebel sama sampah di Bandung? Sama. Apalagi baunya. Juga tumpukannya yang segede gunung. Belum lagi saripati air sampah yang nempel ke ban mobil, yang sampai kemanapun belum ilang baunya kecuali setelah diguyuri air, disabuni, dan dimandian air kembang tujuh rupa. Geuleuh pisan sama yang namanya sampah plastik. Let's say NO to PLASTIK! Ok? Peace, Man.
Meneruskan posting saya sebelumnya tentang sampah, jadi daripada pusing nunggu tindakan pemerintah kota yang (mungkin) lamban, mendingan kita mulai sendiri bertindak mengendalikan sampah-sampah liar, misalnya diantaranya dengan hal-hal sebagai berikut:
Ngamodal atuh. Buat tempat sampah dengan tiga kategori pembuangan: organik, plastik, dan kaleng/kaca. Cobalah giatkan kembali prakarya dan hasta karya. Jadi bahan-bahan dari kayu dan besi/kaleng bisa dibuat karya seni atau peralatan lain yang berguna (teorinya sih begitu).
Gali logak, eh gali lubang tutup lubang. Sampah organik kubur saja jadikan saja kompos. kalau tidak punya halaman, cobalah pendekatan sama tetangga yang punya halaman gede. Minta nebeng bikin lubang dan ikutan mengubur sampah disana. Atau tanya kelurahan setempat dimana bisa bikin lubang kolektif, siapa tahu punya lahan milik desa yang bisa digunakan. Lumayan bisa salome buat ngubur sampah organik.
Hindarkan pemakaian PLASTIK. Kalau pergi ke pasar becek, supermarket, hipermart, atau apalah, pakailah tas sendiri yang dibawa dari rumah. Pakailah wadah dari bahan ramah lingkungan, misalnya dari bambu atau mendong. Jangan gengsi ke pasar menggendong bakul, atau boboko. Kalau kurang gede pakai saja tolombong. Biar nyetel, jangan lupa pakai kain samping untuk mengikat boboko tersebut ke pundak, seperti ibu-ibu jaman dulu kalau pergi ke pasar. Kalau masih kurang pede, pesan saja model ransel dari bahan mendong, yang nama latinnya Elaeoucorpus spp.
Bicara soal mendong, kok susah ya nyari tikar dari bahan mendong di Bandung, kebanyakan tikar ya dari plastik. Harus beli di Ciamis atau Tasik mungkin. Padahal katanya barang kerajinan dari mendong sudah banyak diekspor, misalnya topi, tas, tikar dan boks. Tapi tetap saja rada susah nyari di pasaran. Pusat kerajinannya sih di negaranya Nugi, tepatnya di The King of Move.
Tanamlah pohon pisang. Buatlah lontong untuk bekal ke kantor. Bungkuslah makanan-makanan pula lainnya dengan daun pisang. Atau kalau ke pasar beli daging mintalah dibungkus dengan daun jati. Daun jati itu harum lho. Coba saja nasi yang dibungkus daun jati itu di Cirebon, apa sih namanya? Nasi Jamblang ya? Enak kan?.
O ya untuk orang yang buang sampah sembarangan atau lempar-lempar sampah ke jalan raya dari mobil, harap ditembak, tanpa diadili, dan tanpa kemungkinan banding.
*tepok tangan* salute bwt mami! keep up mi!
stujuuuuuu… mami hebat euuuuyyy….
**sodorin piagam kalpataru**
satuju…
anjroy…, tos lami teu ngadangu tolombong…
wakakakakaka
“O ya untuk orang yang buang sampah sembarangan atau lempar-lempar sampah ke jalan raya dari mobil, harap ditembak, tanpa diadili, dan tanpa kemungkinan banding.”
setuju banged, miiiihhhhhhh!!!!!!!!!!
FOTE MAMI!!!!
Mohon bantuan informasi pabrik pendaurulang sampah plastik di jadebotabek. Dimana alamatnya.
the king of move.. keheula diemutan.. rajapolah sanes? 😀